Ketika Tuhan Merajai Hati

  • Bagikan
Romo Sipri Senda, Pr

SEORANG raja berperan memimpin rakyatnya. Memimpin berarti menuntun, mengayomi, mengarahkan, melayani, mengatur dan menertibkan rakyat dengan otoritas yang dimiliki untuk mencapai kesejahteraan dalam hidup bersama. Tugas memimpin diaktualisasikan dalam sikap dan tindakan pelayanan dengan disiplin, ketulusan, kebijaksanaan dan ketegasan pada prinsip demi kebaikan yang dipimpin.
Aktivitas memimpin sebagai seorang raja kerap disebut juga dengan istilah merajai. Kata merajai mengandung makna memimpin, mengatur dan melayani dengan otoritas demi kebaikan orang yang dirajai. Jadi sasaran dari aktus merajai adalah pihak lain yang berada di bawah otoritasnya, dan tujuannya adalah menciptakan kesejahteraan bersama. Kesejahteraan itu mencakup aneka dimensi hidup.
Dalam aktus merajai, satu hal penting yang patut disadari adalah adanya otoritas atau kekuasaan. Kekuasaan menjadi bagian hakiki. Di satu sisi kekuasaan itu mengandung kekuatan yang menuntut ketaatan demi terwujudnya cita-cita yang diimpikan bersama, dan di lain sisi mengandung pula kekuatan untuk melayani dengan tanggung jawab dan kebijaksaan demi tujuan yang sama. Jadi kekuasaan yang dimiliki bukanlah untuk menindas, merusak atau memanipulasi demi keuntungan diri, melainkan untuk pelayanan demi kebaikan bersama. Jika kekuasaan itu diterapkan secara negatif demi tujuan negatif, maka di situlah terjadi penyalahgunaan kekuasaan.

Inspirasi Injil Aktus Merajai

Luk 23:35-43 memberikan gambaran tentang tindakan Yesus yang paradoks dalam posisi sebagai raja. Yesus disebut sebagai raja dan memang Dia adalah raja. Aktus merajai yang dilaksanakan oleh Yesus berbeda dengan raja dunia manapun.
Dalam Injil Yesus digambarkan sebagai seorang pewarta Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang dibawa Yesus berbeda dengan kerajaan dunia. Kerajaan Allah adalah bentuk pemerintahan Allah atas seluruh alam semesta dan kehidupan manusia. Allah merajai manusia dengan hukumNya yang diwartakan Yesus, yaitu hukum cinta kasih. Hukum ini mengatur relasi manusia dengan Allah dan sesama sekian rupa sehingga manusia berada pada tatanan kehidupan manusiawi yang bermakna dan menghasilkan keselamatan. Keselamatan itu mengandung di dalamnya kesejahteraan lahir batin, kebahagiaan sejati, keamanan dan kenyamanan hidup, tidak saja di dunia ini, tetapi juga di dunia yang akan datang.
Dalam diri Yesus, terwujudlah Kerajaan Allah. Dan Dia sendiri adalah Raja yang memimpin manusia kepada keselamatan. Raja Yesus memiliki cara kepemimpinan yang berbeda dengan raja dunia manapun. Dia meraja dengan prinsip cinta kasih. Hukum cinta kasih adalah jiwa dari setiap aktus kepemimpinan yang bermuara kepada kesejahteraan dan keselamatan manusia. Ketika Dia berkeliling sambil berbuat baik mewartakan Kerajaan Allah, Dia mewujudkan model kepemimpinan yang berjiwakan cinta kasih. Seluruh perkataan dan perbuatannya mewujud sebagai aktus kepemimpinan Kerajaan Allah yang menghadirkan wawasan hidup cinta kasih dan mentransformasikan manusia ke tatanan hidup injili yang dipenuhi damai sejahtera.
Ketika momen terakhir dari misi pewartaan Kerajaan Allah tiba, Yesus menunjukkan aktus merajai berjiwakan cinta kasih dalam dan melalui pengorbanan salib. Salib menjadi tahta Kerajaan Allah. Di atas tahta itu, bersemayam Raja semesta alam yang mencintai sampai sehabis-habisnya. Di atas tahta itu, Raja Kristus menyelesaikan secara paripurna tugas perutusannya dengan aktus merajai yang paradoks. Dia meraja dengan cinta kasih yang berkorban demi keselamatan manusia yang ditebusNya. Dia merajai hidup manusia dengan kematianNya. Dalam kematianNya Dia memimpin manusia kepada keselamatan untuk beralih dari cengkeraman kuasa maut dan kebinasaan kekal, menuju kemuliaan kebangkitan dan kehidupan kekal. Maka kebangkitanNya dari kematian menegaskan kemenanganNya atas maut. Maut tak lagi merajai hidup manusia. Yesus Kristus yang bangkit mulia, menjadi raja atas kematian dan kehidupan manusia.
Kepada penjahat yang bertobat di kayu salib, Yesus memastikan keselamatannya dengan ungkapan "ada bersama Aku dalam Firdaus". Yesus yang diakui dan diimani sebagai raja oleh penyamun bertobat itu, menyelamatkan dia baik dalam situasi akhir kehidupannya maupun dalam kehidupan berikutnya dalam Firdaus. Firdaus atau Eden mengungkapkan situasi awal hidup manusia sebelum jatuh dalam dosa. Kembali ke Firdaus berarti masuk dalam kemuliaan asali dalam kebahagiaan bersama Tuhan yang merajai semesta alam.

Kristus Merajai Hati Manusia

Kristus melaksanakan misi penebusan manusia melalui penderitaan di salib. Pada salib terungkap pengorbanan cinta yang besar kepada manusia. Di atas salib, HatiNya yang mahakudus tertusuk tombak. Dari HatiNya mengalirlah kerahiman ilahi yang memulihkan hidup manusia. Salib menjadi tahtaNya sebagai Raja Kerahiman.
Dengan memilih jalan salib, Yesus menunjukkan aktus "meraja" yang unik dan khas. Melalui salib, Yesus menghadirkan Kerajaan Allah yang menebus dan menyelamatkan manusia. Dia menyatakan Diri sebagai Raja Kerahiman yang membawa manusia kepada keselamatan. CintaNya yang berkorban di salib adalah wujud kemerajaanNya yang melayani, mengayomi, menebus, memulihkan dan menyelamatkan.
Kristus sungguh merajai hati dan hidup manusia melalui kasih yang berkorban di salib. Kasih itu meresapi setiap manusia yang percaya kepadaNya. Dalam diri setiap orang beriman, terpatri salib Kristus yang bertahta sebagai raja. Maka Kristus hadir dan meraja dalam setiap pribadi kristiani. Dengan demikian, daya keselamatan yang meresapi hati dan hidup orang beriman menggerakkannya untuk mewujudkan Kerajaan Allah melalui aktus cinta yang berkorban dalam pelbagai dimensi kehidupan insani. Digerakkan oleh kasih Kristus Raja semesta alam, murid Kristus masa kini diutus untuk membangun tatanan hidup Kerajaan Allah yang dijiwai oleh kasih injili. Hidup dalam Kerajaan Allah adalah hidup yang dijiwai oleh Kristus Raja sedemikian sehingga spiritualitas salib menjadi prinsip hidup yang menuntun manusia kepada keselamatan.
Murid Kristus adalah warga Kerajaan Allah yang diutus ke tengah dunia untuk menghadirkan tatanan hidup injili dengan spiritualitas salib sebagai prinsip. Dirajai oleh Kristus sendiri, setiap murid Kristus menghidupi semangat Injil dengan prinsip kasih yang berkorban untuk melayani, mengayomi, menggerakkan dan menuntun hidup manusia kepada keselamatan. Perutusan para murid masa kini adalah mengelola hidup pribadi dan bersama dalam masyarakat sedemikian sehingga Kristus hadir dan merajai setiap hati dan kehidupan manusia. Di mana Kristus meraja, di situ terwujud kepemimpinan kristiani yang membawa kebaikan, kesejahteraan dan keselamatan.
Amin.

Rm. Siprianus S. Senda, Pr
Alumnus Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

  • Bagikan