Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Kades di NTT: Jangan Tularkan Kerakusan Sampai ke Kepala Desa

  • Bagikan
Kades Letbaun, Charles Horison Bising. (FOTO: ISTIMEWA).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Rancangan perpanjangan masa jabatan kepala desa (Kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun kini bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Melalui Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR tengah menyusun draft revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, enam fraksi DPR RI sepakat untuk mengusulkan masa jabatan kepala desa yang diubah menjadi sembilan tahun, dengan maksimal kepemimpinan selama dua periode.

Keenam fraksi yang menyetujui usulan tersebut yakni PDIP, Golkar, PPP, PKB, PKS dan Partai Gerindra. Sementara, Fraksi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PAN belum menyatakan sikap lantaran tidak hadir dalam penyusunan draf tersebut.

Menanggapi rancangan perubahan tersebut, Charles Horison Bising, Kedes Letbaun, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang ketika dimintai tanggapannya, ia secara tegas menolak.

"Untuk para anggota DPR RI yang terhormat, jangan membungkus kerakusan dengan dalil aspirasi dalam upaya memperpanjang masa jabatan Kades dari 6 tahun ke 9 tahun," ungkapnya

Menurutnya, ini upaya mengangkangi demokrasi di negeri ini, karena jabatan enam tahun saja sudah menimbulkan masalah sosial, apalagi dipaksakan sembilan tahun. "Ini bukan kerajaan, sehingga kepala desa akan berbuat sewenang-sewenang sampai sembilan tahun," tuturnya.

Lanjutnya, gesekan sosial yang terjadi dalam proses pilkades tidak bisa diselesaikan dengan cara memperpanjang masa jabatan. Justeru memberi ruang kepada Kades untuk melakukan berbagai tindakan yang merusak kehidupan sosial yang berdampak pada ketidakadilan yang pada ujungnya menyengsarakan rakyat yang dia pimpin.

"Demokrasi kita memberikan ruang dan kesempatan kepada semua masyarakat untuk memilih dan dipilih. Tinggal diatur agar mereka yang terpilih menjadi Kades, memiliki kemampuan dan kecakapan dalam menjalankan roda pemerintahan. Misalnya, saat ini calon kepala desa minimal lulusan SMP, harus dinaikkan minimal SMA," cetusnya.

Selain itu, pengawasan melalui pemerintah kecamatan dan BPD dan pendampingan yang maksimal, menjadikan masa jabatan enam tahun akan lebih dari cukup dalam membangun sebuah desa lebih maju dan berkembang.

Sebagai kepala desa Letbaun yang baru 18 bulan memimpin, ia melihat ada kepentingan politik di balik revisi UU tentang desa ini. DPR akan memanfaatkan para kepala desa sebagai alat politik di pemilu 2024 nanti.

"Harusnya kepala-kepala desa jangan mau dibodohi dengan kepentingan politik DPR yang terkesan rakus dan ingin terus menjabat DPR. Ya, mereka memberi angin segar kepada para kades, tapi di balik itu, mereka menciptakan jurang kesengsaraan untuk rakyatnya sendiri. Karena kalau Kadesnya tidak mampu menetralkan kondisi sosial pasca pilkades, masyarakat akan sengsara selama sembilan tahun," ujarnya.

"Yang terakhir, kalau alasan aspirasi, saya yakin ini lebih banyak Kades dari Jawa yang usulkan. Sementara kami di pelosok tidak serakus itu. Kita jangan terkecoh karena kalau Kades bisa sampai sembilan tahun maka perlahan Kepala Daerah, Presiden dan DPR juga akan dinaikkan masa jabatannta menjadi sembilan tahun. Ini yang saya bilang masuk kategori rakus," tegasnya.

Sebelumnya, dikutip dari jawapos.com, Ketua Baleg DPR RI Andi Agtas Supratman mengatakan, terdapat tiga poin yang direvisi dalam pembahasan UU Desa. Salah satunya, masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun untuk satu periode dan dapat dipilih kembali.

"Secara umum kan sebenarnya ini kan hanya terkait dengan tiga hal pokok. Pertama adalah yang menyangkut soal bagaimana kemudian aparat desa, tidak hanya sekedar kepada desanya, juga menyangkut aparat desa, menyangkut kesejahteraan. Kedua menyangkut soal perubahan komposisi masa jabatan," kata Supratman di Gedung DPR RI, Senayan, Kamis (22/6).

Sementara itu, Tim Ahli Baleg Widodo mengatakan bahwa perumusan draft revisi UU Desa terkait perpanjangan masa jabatan 9 tahun antara lain untuk menampung aspirasi masyarakat desa maupun kepala desa.

“Perubahan dan perumusan ini dimaksudkan untuk menampung aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat desa maupun kepala desa," pungkas Widodo (r3).

  • Bagikan