Demi Rupiah, Pemulung Nekat Terobos Asap di TPA Alak

  • Bagikan
ASAP TEBAL. Tampak asap tebal yang ada di TPA Alak akibat kebakaran, Selasa (17/10). (FOTO: IMRAN LIARIAN/TIMEX).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kejadian kebakaran yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Alak sejak beberapa hari terakhir tak kunjung dipadamkan. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dan Pemadam Kebakaran Kota Kupang berusaha memadamkan api namun tumpukan sampah yang tinggi dan luas sehingga menyulitkan petugas.

Selama ini, sampah yang ditumpuk bak gunung ini dimanfaatkan pemulung untuk mengais rupiah. Si jago merah yang melalap sampah ini seakan merampas rezeki para pemulung.

Di lahan seluas 9,14 hektar ini sebagian orang menjadikan sebagai tempat untuk mengais rezeki demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Asap tebal membumbung tinggi tidak menyurutkan semangat para pemulung untuk beraktivitas seperti biasa untuk mendulang sampah untuk ditimbang. Masalah kesehatan pun terus menghantui mereka. 

Seperti halnya dilakukan Yunus Sebe (45) dan Norlina Neolaka (36) warga RT 20/RW 06, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang. Pasangan suami-istri ini terus beraktivitas di lokasi tersebut, meski kabut asap menyelimuti.  

"Setiap kami jalan kaki sejauh 3 Km dari rumah ke TPA Alak. Kami berebutan sampah. Berebutan ini bukan dengan manusia tapi dengan api karena api tak kunjung menjalar ke seluruh tumpukan sampah," jelas Yunus Sebe, saat ditemui Timor Express disela-sela aktivitas mengumpulkan sampah di TPA Alak.

Yunus yang didampingi istrinya Norlina Neolaka itu mengaku, tidak ada pekerjaan lain selain memulung. Dirinya mulai memilih sampah dari pagi hingga siang hari dan kembali mengais rezeki pada sore hari. Kegiatan ini sudah berlangsung kurang lebih dua tahun.

"Kalau sudah sore hari, kami kembali lagi ke TPA. Pulang rumah jam 7 malam. Setiap hari kami kerja begini (pungut sampah)," ungkapnya.

Saat ini memang ada kebakaran sampah di TPA sehingga muncul asap tebal. Dan dirinya kesulitan karena dihadapkan dengan aroma tak sedap dan kepulan asap tebal.

"Saya dan istri saya memang pakai masker, tapi kadang nafas sesak juga," sebut Yunus sembari mengisi botol plastik ke dalam sebuah karung berukuran besar.

Sampah yang dipilih itu mulai dari botol plastik, aluminium dan besi. Semua barang ini dikumpulkan dalam karung. Setelah itu baru ditimbang. Uang dari hasil jual sampah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. 

"Kalau kami lagi butuh uang seperti bayar uang sekolah anak baru kami timbang satu kali," kata Norlina sapaan akrabnya.

Norlina mengaku asap tebal saat ini tidak jadi penghalang untuk mencari dan mengumpulkan sampah. "Asap tebal juga kami tabrak masuk saja, kalau tidak kerja begini dan kalau mau duduk saja siapa yang mau kasih kami uang," ungkapnya.

Kebakaran TPA ini bukan kali pertama terjadi. Tahun lalu juga terjadi kebakaran. Ada mobil yang datang untuk siram dan memadamkan api, tapi api masih ada yang menyala. "Kalau sudah kebakaran ini begini susah sekali untuk api mati, ini kita tunggu hujan saja yang siram kasih mati api," pungkasnya. (r1)

Editor: Intho Herison Tihu

  • Bagikan