TSK Pembunuhan Ajukan Prapid, PH Korban Angkat Bicara

  • Bagikan
PH. Penasehat Hukum Keluarga Korban, Paul Hariwijaya Bethan ketika memberikan keterangan di Mapolresta Kupang Kota, Kamis (21/9). (FOTO: INTHO HERISON TIHU/TIMEX).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Marthen Soleman Konay alias Teni Konay tersangka kasus dugaan tindak pidana pembunuhan terhadap korban Roy Herman Bolle, melalui penasehat hukum (PH), Fransisco Bernando Bessi mengajukan Praperadilan (Prapid) ke Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kupang, Senin (16/10).

Pendaftaran prabid dengan nomor perkara 06/Pid.Pra/2023 tersebut dilakukan setelah masa penahanan tersangka diperpanjang masa tahanannya oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang.

Tak tanggung-tanggung, pemohon didampingi 11 penasehat hukum diantaranya Fransisco Bernando Bessi, SH., MH., C.Me., CLA, Ali Antonius, SH.,MH, Yohanis Daniel Rihi, SH, Dr. Yanto M. P. Ekon, SH.,M.Hum, Rian Van Frits Kapitan, SH.,M.H, Meriyeta Soruh, SH.,MH, Ampera Seke Selan, SH.,MH, Petrus Lomanledo, SH, Ivan Valen Yosua Missa, SH, Alfrido Opniel Lerry Lenggu, SH dan Frangky Roberto Williem Djara, SH.

Terhadap upaya hukum tersebut, PH keluarga korban Paul Hariwijaya Bethan angkat bicara.

Kepada Timor Express Paul mengungkapkan, beberapa waktu lalu pengacara sendiri yang menyatakan kalau kliennya kooperatif dan tidak akan lakukan praperadilan saat kliennya ditetapkan sebagai tersangka dan mulai menjalani penahanan di polres kota kupang.

Dikatakan, ini bentuk inkonsistensi sikap, lebih aneh lagi karena hal ini dilakukan setelah kejari kota kupang menyatakan perpanjangan penahanan terhadap tersangka yang sebelumnya ditolak perpanjangan hingga berujung aksi demo oleh aliansi pengawal keadilan korban pembunuhan Roy Herman Bolle. 

"Kesan yang tampak di publik adalah Penasehat Hukum tersangka tidak konsisten. “Seakan akan” mengerti, dan paham betul terkait alasan penetapan tersangka sekaligus penahanan terhadap kliennya yang dilakukan oleh Polresta Kupang Kota sehingga dia memilih untuk kooperatif dan tidak mengambil langkah hukum praperadilan terkait ditetapkan kliennya sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Roy Herman Bolle," ujarnya.

Disisi lain, penasehat hukum tersangka juga terkesan sangat yakin dan percaya diri bahwa Kejari Kota Kupang tidak akan memperpanjang masa penahanan kliennya dikarenakan nama klienya yakni Marten Konay tidak ada dalam semua SPDP yang sudah dikirimkan penyidik.

Di kemudian hari, ia mencoba mundur lagi ke belakang untuk mempersoalkan sah tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polresta Kupang Kota, ini bentuk penalaran hukum yang “kontradiktif”, membingungkan dan terlalu dipaksakan. 

Soal hak kuasa hukum sebagai penerima kuasa dalam mengajukan praperadilan demi kepentingan pembelaan hak-hak tersangka saluran hukum yang ada mengakomodir upaya tersebut dilakukan, jadi meskipun terkesan aneh atau janggal kenapa baru saat ini diajukan permohonan praperadilan hal tersebut tetap sah dimata hukum. 

"Disinilah kredibilitas dan profesi terhormat seorang advokat dipertaruhkan perihal upaya praperadilan ini, apakah murni tujuannya untuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka dan bukan merupakan upaya untuk menyelamatkan pelaku dari jeratan hukum yang menantinya saat ini," sebutnya. 

"Saya rasa publik sudah cukup cerdas, biarkan publik yang menilai fenomena hukum ini, dan saya juga berharap seluruh masyarakat mengambil bagian dalam pengamatan fenomena hukum ini sebagai bagian dari fungsi kontrol publik terhadap proses penegakan hukum suatu perkara pidana yang kerap kali terjadi disekitar kita," pintanya.

Sebelumnya diberitakan, bahwa semua dokumen-dokumen yang ada seperti bukti surat serta saksi-saksi dan juga para ahli yang akan di hadirkan. "Yang perlu di garis-bawahi adalah, hal ini yang paling penting agar supaya menjadi terang benderang di publik," sebut Fransisco Bernando Bessi, pengacara trsangka.

Lanjut, Sisco sapaan pengacara kondang itu, yang menjadi pertanyaannya, surat SPDP tersebut, saat ini berada di pihak penegak hukum yakni Kepolisian ataukah di pihak Kejaksaan. Hal ini membuktikan bahwa, kedua penegak hukum ini saling mengelabui atau saling menyalahkan.

"Ini yang patut dipertanyakan. Kami akan membuktikan di pra peradilan ini. Apakah kasus ini akan menjadi kalah dengan adanya tekanan dari publik atau masyarakat secara umum di Provinsi NTT," pintanya. 

"Ini yang perlu kita garis-bawahi, karena kami juga punya landasan hukum. Tentunya, dalam hal ini dari Jaksa dan Polisi itu, kami sama sekali tidak tahu menahu soal itu," tambahnya.

Sebagai kuasa hukum, berharap agar proses ini dapat berjalan sesuai dengan harapan dari publik atau masyarakat. "Kami tetap mengucapkan belasungkawa kepada pihak korban. Kami berharap agar kasus ini bisa klir," ucapnya

Disebutkan, alasan untuk baru melakukan pengajuan pra peradilan dikarenakan pihaknya melaksanakan pendampingan secara normal. Artinya, tidak ada unsur-unsur lain yang ada di dalam kasus tersebut.

"Apakah didalam SPDP yang hanya mencantumkan nama Dony Konay Cs dan kawan-kawan itu masih berlaku?. Atau ada SPDP baru tertanggal 13 Oktober 2023?," sebutnya. 

Menanggapi upaya pra peradilan yang dilayangkan tersangka tersebut, Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto menyebut, itu merupakan hak dari seorang tersangka.

Mantan Kabid Humas Polda NTT menyebut, pihaknya  siap menghadapi pra peradilan tersebut. "Kita siap hadapi pra peradilan tersebut," tandanya di sela-sela Simulasi Sispamkota, Senin (16/10). (r3)

  • Bagikan