Teni Konay Tidak Terlibat

  • Bagikan
IST BERI KETERANGAN. Dua tersangka kasus pembunuhan Roy Herman Bolle di jalan Adisucipto Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima yakni Matheos Alang alias Tejo dan Mariyanto Laubura alias Ito, memberikan keterangan tambahan untuk berkas perkara tersangka Marthen Konay alias Teni Konay didampingi penasihat hukum Ali Antonius, Rabu (25/10).
  • Pemeriksaan Tambahan Dua Tersangka

KUPANG, TIMEX - Dua tersangka kasus pembunuhan Roy Herman Bolle di jalan Adisucipto Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima yakni Matheos Alang alias Tejo dan Mariyanto Laubura alias Ito, memberikan keterangan tambahan untuk berkas perkara tersangka Marthen Konay alias Teni Konay, Rabu (25/10). Kedua tersangka didampingi dua orang penasihat hukum, Ali Antonius dan Fransisco Bessi.

Usai mendampingi kedua tersangka, Ali Antonius kepada wartawan menjelaskan, Matheos Alang alias Tejo dalam keterangan tambahannya menyebutkan bahwa ia dan Mariyanto Laubura alias Ito tidak pernah mengetahui tentang voice note berisi pesan suara yang digunakan penyidik untuk menjerat Teni Konay sebagai tersangka.

Tejo mengaku tidak pernah melihat salah satu tersangka lainnya yakni Ruben Logo alias Ama Logo memperdengarkan voice note. Begitu juga ia tidak pernah mendengar rekaman voice note tersebut.

Menurut Ali Antonius, dalam keterangan tambahan, Tejo mengaku sempat terlibat duel dengan korban Roy Herman Bolle hingga melakukan penusukan kepadanya. Penusukan yang dilakukan terhadap Roy Herman Bolle hingga meninggal dunia, spontan dilakukan karena terlibat duel, bukan karena disuruh atau dianjurkan oleh siapapun.

Ali menjelaskan, sebagaimana keterangan tambahan yang diberikan Tejo, Tejo mengaku berada di Kelurahan Oesapa karena dihubungi oleh Obed Magang, bukan Stevy Konay. Saat dihubungi Obed Magang, Tejo sementara tidur sehingga istrinya yang menerima telepon dan membangunkannya kemudian menuju ke Oesapa.

Sementara keterangan Ito kepada penyidik tambah Ali Antonius, berkaitan dengan voice note yang dipakai penyidik menjerat Marthen Konay alias Teni Konay. Keterangan Ito sama dengan keterangan Tejo yaitu tidak mengetahui soal voice note, kemudian tidak melihat Ruben Logo memperdengarkan voice note serta tidak mendengar voice note tersebut.

"Dua tersangka tadi memberikan keterangan tambahan terkait keterlibatan Teni Konay dalam kasus pembunuhan Roy Herman Bolle di Oesapa. Inti dari keterangan mereka dua (Tejo dan Ito) terkait dengan status Teni Konay adalah satu, mereka (Tejo dan Ito) tidak tahu tentang voice note. Yang kedua, mereka (Tejo dan Ito) tidak melihat Ama Logo (Ruben Logo, red) perdengarkan voice note. Yang ketiga, mereka (Tejo dan Ito) tidak pernah dengar voice note tersebut," tegas Ali Antonius.

Sementara itu, Rabu (25/10) kemarin, Mira Singgih dan penasihat hukumnya, Paul Hariwijaya Bethan dilaporkan Ferdinand Konay selaku ahli waris dari Esau Konay ke Polda NTT melalui empat penasihat hukumnya yakni Ali Antonius, Yohanis Rihi, Rista Dwi Wulandari dan Kapistrano Ceme.

Dalam surat pengaduan yang diperoleh Timor Express, Rabu kemarin, Mira Singgih dan Paul Hariwijaya Bethan diduga melakukan tindak pidana kelalaian/ketidakhati-hatian yang menyebabkan kematian Roy Herman Bolle, Jumat (15/9) lalu.

Diuraikan, secara melanggar hukum tanpa sepengetahuan dan seizin pelapor, diduga Mira Singgih melalui kuasa hukumnya Paul Hariwijaya Bethan bersama kurang lebih belasan orang termasuk korban atas nama Roy Herman Bolle mendatangi lokasi tanah milik ahli waris Esay Konay tepatnya depan kampus Unkris dengan menguasai tanah tersebut guna membuat/melakukan pemagaran atas bidang tanah tersebut.

Atas tindakan Mira Singgih melalui penasihat hukumnya, Paul Hariwijaya Bethan menimbulkan bentrokan antarkelompok massa dan mengakibatkan korban atas nama Roy Herman Bolle meninggal dunia. Korban Roy Herman Bolle merupakan orang yang dibawa Mira Singgih melalui kuasa hukumnya, Paul Hariwijaya Bethan yang ditugaskan khusus untuk hadir dan memotret/mendokumentasikan semua kejadian/peristiwa di lokasi tersebut.

Dalam surat tersebut disebutkan pula bahwa demi mempertahankan hak atas tanah warisan dimaksud, keluarga Konay dalam hal ini telah ditetapkan sebagai tersangka yakni Marthen Soleman Konay, Stevye Konay dan Donny Konay. Hal mana jelas sangat merugikan pelapor, sehingga untuk menegakkan hukum dan memulihkan hak-hak pelapor atas kelalaian tindakan Mira Singgih dan penasihat hukumnya, Paul Hariwijaya Bethan, maka mohon agar pelaku diproses pidana karena kelalaiannnya dan ketidakhati-hatiannya menyebabkan orang mati dan menjadi tersangka/terdakwa.

Karena kelalaian dan ketidakhati-hatiannya menyebabkan meninggalnya Roy Herman Bolle, terhadap Mira Singgih dan penasihat hukumnya, Paul Hariwijaya Bethan patut untuk disangkakan dengan Pasal 304 KUHP.

Dengan demikian, pelapor memohon agar Mira Singgih dan penasihat hukumnya, Paul Hariwijaya Bethan turut diproses pidana dan dimintai pertanggungjawaban hukum atas kematian Roy Herman Bolle.

Pelapor mendesak Kapolda NTT untuk segera memproses, mentersangkakan, menangkap dan menahan Mira Singgih dan penasihat hukumnya, Paul Hariwijaya Bethan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kelalaian yang mengakibatkan kematian Roy Herman Bolle.

Surat pengaduan kepada Kapolda NTT tersebut ditembuskan kepada Kapolri, Bareskrim Polri, Irwasum Polri, Direskrimum Polda NTT, Irwasda Polda NTT dan Kapolresta Kupang Kota.

Sementara, Paul Hariwijaya Bethan yang dikonfirmasi, kemarin menyampaikan, masyakarakat Kota Kupang sudah sangat mampu melihat dan menganalisa fenomena penegakan hukum dalam kasus tersebut.

“Saya tidak akan bicara panjang lebar terkait pernyataan saudara Anton Ali perihal ketidakhati-hatian seorang kuasa hukum dan mungkin nantinya akan mengambil langkah hukum terkait hal ini. Silakan saja hal tersebut dilakukan selama aturan hukum bisa mengakomodir niatan tersebut. Nantinya juga pihak kepolisianlah yang punya kewenangan untuk menilai layak diterima atau tidaknya serta berujung pada harus adanya pertanggungjawaban hukum atau tidak. Saat itulah baru publik bisa menilai kualitas pemahaman hukum yang melatarbelakangi pernyataan seorang lawyer senior yang terhormat yaitu saudara Anton Ali di media beberapa waktu lalu. Besar harapan saya agar semangat seorang kuasa hukum dalam membela hak-hak hukum kliennya jangan sampai meruntuhkan nilai-nilai moral kemanusian dalam menjalankan profesi terhormat sebagai seorang pengacara,” katanya.

Menurutnya, Kapolda NTT tentunya sedikit tidaknya mengetahui kronologis peristiwa tragedi pembunuhan itu dan sejauhmana proses hukum yang sedang berjalan sampai hingga saat ini yang mana sedang ditangani oleh Polresta Kupang Kota.

“Saya serahkan sepenuhnya kepada bapak Kapolda dalam menanggapi ataupun menyikapi desakan para kuasa hukum tersangka yang terhormat tersebut. Apakah desakan para kuasa hukum yang terhormat tersebut sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku ataukah hanya sebatas pemahaman hukum yang keliru dan patut diduga sengaja dipaksakan. Saya tetap menghormati setiap langkah hukum yang dilakukan para kuasa hukum tersangka. Saya hanya merasa heran perihal pijakan logika hukum ataupun cara berpikir seorang kuasa hukum untuk memidanakan seseorang,” katanya. (r3/ays)

Linda Makandoloe

  • Bagikan