Diprediksi, Kriminalisasi Menggunakan UU ITE Meningkat,Pada Periode Pemilu 2024

  • Bagikan
SALINAN RUU. Ketua Panja RUU perubahan kedua UU ITE Abdul Kharis memberikan salinan RUU ITE kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi.

JAKARTA,TIMEX.FAJAR.CO.ID - Setara Institute menduga, Undang-Undang Informasi dan Transaksi (UU ITE) masih menjadi alat untuk mengkriminalisasi seseorang. Sejak UU ITE disahkan di tahun 2008, kriminalisasi berdasar UU ITE paling banyak ditemukan di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yaitu sebanyak 97 kasus pada 2022.

Bahkan, berdasarkan data SAFEnet, sejak Januari hingga Oktober 2023, ada 89 kasus kriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE.
Setara Institute memprediksi, angka kriminalisasi menggunakan UU ITE akan meningkat mendekati pelaksanaan Pemilu 2024.

"Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat menjelang momentum politik Pemilu 2024," kata peneliti hukum dan konstitusi Setara Institute, Sayyidatul Insiyah dalam peluncuran Indeks HAM 2023, Minggu (10/12).

Insiyah menjelaskan, kebebasan berekspresi dan berpendapat menjadi penyumbang skor terendah dalam indeks HAM 2023, yakni 1,3 di antara seluruh indikator lainnya. Indeks HAM menggunakan skala Likert dengan rentang 1 sampai dengan 7, yang menggambarkan nilai 1 sebagai perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM yang paling buruk, dan angka 7 menunjukkan upaya komitmen pemajuan HAM yang paling baik.

"Penilaian ini menggunakan triangulasi sumber dan expert judgement sebagai instrumen justifikasi temuan studi," ucap Insiyah.

Selain kriminalisasi menggunakan UU ITE, lanjut Insiyah, pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat juga tercermin dengan terus terjadinya kekerasan terhadap jurnalis. Terdapat 81 kasus pada 2016 dan 84 kasus pada 2020 merupakan puncak kekerasan terhadap jurnalis pada periode pertama dan kedua pemerintahan Jokowi.

Tak hanya itu, represifitas terhadap massa yang berekspresi melalui demonstrasi juga masih sangat masif ditemukan. Beberapa di antaranya kriminalisasi terhadap masyarakat adat Poco Leok di Manggarai, represi terhadap masyarakat Rempang, hingga kriminalisasi petani di Air Bangis.

"Peristiwa-peristiwa itu menjadi potret pemberangusan kebebasan berekspresi di balik beragam eksekusi proyek strategis nasional (PSN) yang digencarkan pemerintah," ucapnya. (jpc/rum)

  • Bagikan