DIPA dan TKD 2024 Rp 37,98 T,Naik 9,6 Persen

  • Bagikan
HUMAS NTT FOR TIMEX DIPA. Penyerahan DIPA dan TKD tahun anggaran 2024 secara digital kepada satuan kerja dan pemerintah daerah oleh Sekda NTT, Kosmas Lana didampingi Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi NTT, Catur Ariyanto Widodo, Selasa (12/12).

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Alokasi belanja negara untuk pemenuhan daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana transfer ke daerah (TKD) di Provinsi NTT tahun 2024 mencapai Rp 37,98 triliun.

Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 3,33 triliun dari alokasi tahun 2023 sebesar Rp 34,65 triliun atau naik 9,6 persen.

Alokasi tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 13,00 triliun atau meningkat Rp 2,18 triliun dari alokasi tahun 2023 atau naik 20,2 persen. Sementara transfer ke daerah sebesar Rp 24,98 triliun atau naik Rp 1,15 triliun atau 4,8 persen dari alokasi tahun 2023.

Alokasi belanja pemerintah pusat dialokasikan untuk belanja pegawai sebesar Rp 3,53 triliun, belanja modal Rp 4,37 triliun, belanja barang Rp 5,07 triliun dan bantuan sosial sebesar Rp 24,6 miliar.

Sementara dana TKD dialokasikan untuk dana bagi hasil sebesar Rp 184,82 miliar, DAK fisik Rp 3,22 triliun, hibah ke daerah Rp 2,62 miliar, insentif fiskal Rp 120,95 miliar, DAU Rp 14,86 triliun, DAK nonfisik Rp 3,81 triliun dan dana desa sebesar Rp 2,78 triliun.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi NTT, Catur Ariyanto Widodo menyampaikan, untuk kenaikan alokasi belanja negara sebesar 9,6 persen menunjukkan kepedulian pemerintah atau perhatian pemerintah yang mengikuti perkembangan aktivitas ekonomi yang ada di masyarakat.

"Artinya, pemerintah kemudian memperhatikan proses pertumbuhan secara berkelanjutan, sesuai tema mempercepat pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, artinya secara bertahap pemerintah mendorong agar pertumbuhan terus berlanjut," terang Catur.

Ia berharap, dengan penyerahan DIPA 2024, diharapkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen penting pembangunan dapat dilaksanakan dengan tepat waktu, tepat sasaran dan berkualitas.

"Untuk mengawal pemulihan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," terangnya.

Dikatakan, APBN telah menjadi instrumen yang diandalkan dalam menghadapi berbagai gejolak seperti pandemi serta kenaikan harga energi dan pangan. APBN juga memulihkan ekonomi dan melindungi masyarakat.

"APBN akan terus menjaga kualitas sosial ekonomi dan mendukung program prioritas nasional," sebutnya.

Sementara, Sekretaris Daerah Provinsi NTT, Kosmas Lana menyebut, meskipun perekonomian global masih dilanda ketidakpastian dan kondisi tersebut diperkirakan akan berlanjut hingga 2024, namun perekonomian nasional tetap tumbuh positif sesuai target nasional, yakni di atas 5 persen.

"Konsumsi dan investasi masih menjadi penggerak utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional. Sementara sektor ekspor sedikit melemah jika dibandingkan tahun 2022 lalu," jelas Kosmas.

Sedangkan, pertumbuhan ekonomi regional NTT pun tetap tumbuh positif walaupun di bawah pertumbuhan nasional. Pertumbuhan ekonomi NTT pada kuartal I sebesar 3,37 persen, kuartal II sebesar 4,04 persen dan kuartal III 2,08 persen.

"Dengan kondisi pertumbuhan ekonomi ini juga didorong tingkat konsumsi pemerintah dan masyarakat yang dominan," terangnya.

Kosmas menerangkan, sejumlah dana yang mengalami kenaikan di Provinsi NTT, baik yang dikelola oleh instansi vertikal maupun lembaga pemerintah daerah, ditujukan untuk pengurangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Berdasarkan publikasi tahun 2023, kemiskinan ekstrem di NTT sebanyak 322.170 jiwa atau 3,93 persen dengan garis kemiskinan berdasarkan ukuran purchasing power parity dengan standar 1,9 USD perkapita perhari.

"Maka, garis kemiskinan untuk kemiskinan ekstrem adalah 322.170 perkapita perbulan. Sedangkan, kemiskinan reguler, garis kemiskinan Rp 525.000 perkapita perbulan. Saat ini tingkat kemiskinan kita di NTT adalah 19,96 persen atau secara absolut sejumlah 1.140.000 jiwa," jelas Kosmas.

Disamping itu, untuk prevalensi stunting mengalami penurunan jika dihitung dengan pendekatan EPPGBM, yakni 15,2 persen. Sedangkan apabila dihitung menggunakan SSGI, angka stunting NTT stagnan di angka 35,5 persen.

Kosmas menegaskan, anggaran harus diarahkan dan digunakan secara disiplin, teliti, tepat sasaran serta mengedepankan aspek transparansi dan akuntabilitas, mencegah penyelahgunaan dan penyelewenang anggaran melalui praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Tahun 2024 merupakan tahun terakhir pemerintahan periode 2019-2024, karena itu harus bekerja keras dalam semangat kolaborasi untuk menuntaskan berbagai program pembangunan yang direncanakan," ujarnya.

Ia berharap, APBN dan APBD dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai instrumen kebijakan untuk melindungi masyarakat, menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap menjaga pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan. (cr1/ays)

  • Bagikan