Didorong Permintaan Domestik Dan Ekspor

  • Bagikan
ulustrasi pertumbuhan ekonomi

ADB Proyeksikan Ekonomi Asia Tumbuh 4,9 Persen

MANILA,TIMEX.FAJAR.CO.ID – Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan perekonomian di kawasan Asia akan tumbuh rata-rata 4,9 persen tahun ini. Hal itu didasarkan seiring pertumbuhan di kawasan yang masih tetap bagus.

Kepala Ekonom ADB Albert Park menjelaskan, proyeksi itu terutama ditopang kuatnya permintaan domestik, membaiknya ekspor semikonduktor, dan pulihnya pariwisata. ’’Pertumbuhan itu akan berlanjut dengan tingkat yang sama pada 2025,’’ ujarnya melalui laporan Asian Development Outlook (ADO) April 2024 yang dirilis kemarin (11/4).

Park melanjutkan, inflasi diperkirakan akan melandai pada 2024 dan 2025. Inflasi sempat terdongkrak naik yang dipicu peningkatan harga pangan selama dua tahun terakhir.

Pertumbuhan yang lebih kuat di Asia Selatan dan Tenggara lebih didorong oleh permintaan domestik dan ekspor. Hal itu mengimbangi perlambatan di Tiongkok yang diakibatkan oleh kemerosotan pasar properti dan lemahnya konsumsi.

Sementara, India diperkirakan akan tetap menjadi mesin pertumbuhan penting di Asia dan Pasifik, dengan growth 7 persen tahun ini dan 7,2 persen tahun depan. Pertumbuhan Tiongkok diperkirakan melambat menjadi 4,8 persen pada 2024 dan 4,5 persen di 2025, dari sebelumnya 5,2 persen tahun lalu.

’’Kami berpandangan bahwa pertumbuhan pada mayoritas perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang akan stabil pada tahun ini dan tahun berikutnya. Keyakinan konsumen masih membaik dan investasi secara keseluruhan masih kuat. Permintaan eksternal pun tampaknya sudah berbalik positif, terutama dalam hal semikonduktor,’’ jelas Park.

Namun, dia mengimbau agar para pembuat kebijakan harus tetap waspada karena masih ada sejumlah risiko. Termasuk gangguan rantai pasok, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di Tiongkok.

Dari sisi inflasi, di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang, diperkirakan akan turun ke 3,2 persen pada tahun ini dan 3,0 persen tahun depan. Penurunan itu seiring berkurangnya tekanan harga global dan kebijakan moneter yang masih cukup ketat di banyak perekonomian.

’’Namun, di luar Tiongkok, inflasi di kawasan ini masih lebih tinggi daripada sebelum terjadinya pandemi Covid-19,’’ imbuh Park.

Harga beras turut berkontribusi pada tingginya inflasi harga pangan, terutama bagi perekonomian yang bergantung pada impor. Laporan ADB April 2024 juga menyebut harga beras kemungkinan akan tetap tinggi tahun ini.

Penyebabnya, antara lain, kegagalan panen akibat cuaca buruk dan pembatasan India terhadap ekspor beras. Selain itu, kenaikan biaya pengapalan global akibat serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan kekeringan di Terusan Panama, kemungkinan juga dapat menambah inflasi di Asia.

Dia menambahkan, untuk mengatasi kenaikan harga beras dan melindungi ketahanan pangan, berbagai pemerintah dapat memberikan subsidi yang ditargetkan kepada populasi rentan dan meningkatkan transparansi serta pemantauan pasar guna mencegah manipulasi harga dan penimbunan.

’’Dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan perlu difokuskan pada penciptaan cadangan beras strategis guna menstabilkan harga, mempromosikan pertanian berkelanjutan dan diversifikasi tanaman pangan, serta berinvestasi pada teknologi dan infrastruktur agrikultur guna meningkatkan produktivitas. Kerja sama regional juga dapat membantu dalam mengelola harga beras dan dampaknya, jelas laporan tersebut,’’ paparnya. (dee/dio/thi)

  • Bagikan