Kemarau di Matim, Debit Air Sejumlah Sumber Merosot Jauh

  • Bagikan
Kondisi sumber air baku Rana Poja dengan debit merosot jauh. IST

BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Musim kemarau yang melanda saat ini, berdampak buruk bagi wilayah Kabupaten Manggarai Timur (Matim). Dimana sejumlah sumber mata air terjadi penurunan debit yang jauh. Sebanyak Tiga sumber mati total, sehingga masyarakat tidak bisa dilayani untuk kebutuhan hidupnya.

Tercatat ada 5 sumber yang debitnya merosot jauh, yakni Pertama, SPAM Liang Kalo di IKK Wukir, Kecamatan Elar Selatan. Kedua, SPAM Wae Ros di IKK Mano, Kecamatan Lamba Leda Selatan. Ketiga, SPAM Wae Tabar di IKK Pota, Kecamatam Sambi Rampas. Keempat, SPAM Rana Poja di kecamatan Lamba Leda Timur, dan Kelima SPAM Wae Naru di IKK Mukun, Kecamatan Kota Komba Utara.

Sementara dari SPAM tersebut, ada Tiga terjadi total tidak bisa berproduksi ke titik pelayan terakhir alias pelanggan, yakni Wae Naru, Rana Poja, dan Wae Tabar. Sedangkan Dua sumber lain, yakni Wae Ros dan Liang Kalo, terpaksa ada perubahan jadwal pelayanan. Sumber air yang ada, semuanya dikelola oleh UPTD SPAM Kabupaten Matim. Unit kerja ini dibawah Dinas PUPR setempat.

"Penurun debit air minum ini, terjadi setiap tahun saat musim kemarau. Tiga SPAM, total tidak ada pelayanan ke pelanggan, karena debit menurun jauh dan dari sumber tidak bisa mengalir ke unit produksi," jelas Kepala UPTD SPAM Matim, Fransiskus Yun Aga kepada media ini di Borong, Selasa (29/10/2024).

Fransiskus yang akrab disapa Kevin ini menjelaskan, sumber air Danau Rana Poja yang selama ini melayani wilayah Mawe, Deno, dan Bea Muring, sekarang tidak bisa berproduksi karena debitnya tidak mencapai 1 liter. Sudah masuk bulan ke-3 tidak ada pelayanan. Peristiwa menurunya debit air di sumber Rana Poja, tidak saja saat musim kemarau.

"Debit setiap tahun menurun, dan kondisi 4 tahun terakhir sangat parah. Ada bulan yang jadi kering total, dan boleh dibilang saat musim hujan, Rana Poja ini hanya kubangan. Tidak lagi berproduksi seperti dulu kala, dan mungkin ini karena kondisi hutan di sekitar," jelasnya.

Lanjut Kevin, terhadap kondisi ini, pihak Balai Prasarana Pemukiman wilayah NTT sudah melakukan survey salah satu sumber air di Desa Colol. Rencana ke depanya, sumber yang ada akan dibawa ke bangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) berkapasitas 10 liter per detik yang berlokasi di Mawe. Dimana bangunan ini merupakan asetnya pemerintah pusat, namun pengelolaanya diserahkan ke Pemda Matim.

Kemudian jelas Kevin, sumber Wae Naru di IKK Mukun sudah Dua bulan total tidak bisa memberikan pelayanan ke pelanggan. Sumber air ini debitnya saat ini tidak mencapai 1 liter, dan kondisi itu tidak bisa mengalir ke unit produksi. Lalu SPAM Wae Tabar di IKK Pota sudah masuk minggu ke-2 tidak ada pelayanan. Sumber ini di hulunya berbagi dengan petani.

"Jadi selama ini di bagian hulu sumber Wae Tabar, berbagi dengan irigasi sawah dari petani sekitar. Saat kemarau, debitnya menurun jauh dan hanya bisa mengalir ke irigasi sawah. Tidak bisa mengalir untuk melayani pelanggan di Pota. Tapi kami masih ada upaya komunikasi dengan petani, agar mungkin malam hari bisa dialirkan ke Pota," bilang Kevin.

Dia mengatakan, tentu jika itu diijinkan oleh petani, maka malam hari akan dialirkan ke unit produksi, dan siang harinya bisa didistribusikan ke rumah pelanggan. Selain itu penurunan debit juga terjadi di SPAM Wae Ros di IKK Mano. Dimana produksi pada titik pengambilan di Bea Nekas hanya 5 liter per detik dari biasa saat musim hujan 10 liter per detik.

Terhadap hal itu, pelayanan seperti biasa tetap berjadwal. Artinya saat musim hujan dan kemarau tetap terjadwal, hanya bedanya ada perubahan volume atau tekanan air yang didistribusi. Namun disini masyarakat sudah terbiasa dengan jadwal itu. Sementara SPAM Liang Kalo di IKK Wukir, mengalami penurunan debit sebesar 6 liter per detik dari kapasitas sebelum atau saat musim hujan mencapai 15 liter per detik.

"Kapasitas sekarang berada pada posisi 3 liter per detik. Jadi ada 3 liter per detik yang hilang dalam perjalanan menuju unit produksi. Kondisi ini terpaksa kita buat jadwal dengan durasi hanya dua kali pelayanan dalam seminggu," kata Kevin.

Dikatakanya, ketika musim hujan, pelayanan dilakukan selama 24 jam. Pada pertengahan tahun 2024, debit Wae Liang Kalo mulai menurun, dan hingga Agustus pelayanan terjadwal 4 kali dalam seminggu. Sekarang tidak bisa lagi, dan hanya bisa 2 seminggu. Tercatat dari semua SPAM yang dikelola UPTD SPAM, hanya Wae Darah di Lamba Leda Utara yang masih melayani selama 24 jadwal.

Kevin menambah, terhadap kondisi Tiga sumber yang total tidak bisa melayani pelanggan, maka solusi harus dicari alternatif sumber air lain untuk selanjut dilakukan pembangunan yang baru. Pasalnya Tiga sumber yang ada, setiap tahun ada penurunan debit. Bisa dipastikan satu saat nanti sumber air tersebut, tidak bisa berproduksi.

Selain itu juga solusinya memikirkan teknologi baru. Sebut saja menggunakan sumur bor atau air permukaan. Namun dua hal ini membutuhkan biaya besar, sebab ditantang dengan efisiensi energi yang digunakan. Jika untuk air permukaan, maka tantangan bagaimana instalasi pengolahan air. Disini tentu harus bagun IPA. Ketika diambil dengan gravitasi, pertimbangkan tarif aman, dan tidak perlu listrik atau bagun IPA.

"Resikonya, bangun sumur bor itu pilihanya naikan tarif, karena untuk hidupkan sumur bor gunakan listrik tarif. Sama juga kalau kita ambil air permukaan, tidak saja bangun IPA, tapi juga termasuk arus listrik dan bahan kimia," tutur Kevin, (Kr1)

  • Bagikan