DPRD Kota Temukan Bukti Sewa Rusunawa Oeba tapi Setorannya Tak Masuk Kas Daerah

  • Bagikan

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pimpinan dan anggota Komisi III DPRD Kota Kupang menemukan suatu kejanggalan ketika melakukan fungsi pengawasan dengan meninjau rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Oeba, di Kelurahan Fatubesi, Kecamatan Kota Lama, Jumat (4/3).

Kejanggalan itu berupa temuan bukti sewa Rusunawa oleh para penyewa, namun uang sewaan yang dipungut itu tak masuk ke kas daerah sebagai bagian dari pendapatan asli daerah (PAD). Anggota dewan yang dipimpin Ketua Komisi, Adrianus Talli pun bertanya-tanya kemana uang sewa Rusunawa itu sejak diserahkan ke Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang tahun 2014 silam.

Selain Adrianus Talli, anggota Komisi III yang turut dalam kunjungan itu, yakni Tellendmark J Daud, Jabir Marola, Domi Taosu, dan sejumlah anggota lainnya. Para legislator ini memantau kondisi bangunan serta bertemu dan berdialog langsung dengan warga yang menyewa kamar-kamar di Rusunawa itu.

Untuk diketahui, Rusunawa Oeba merupakan gedung yang dibangun pemerintah pusat menggunakan APBN tahun anggaran 2012, dan setelah selesai dibangun, diserahkan ke Pemkot Kupang untuk dikelola.

Sejak tahun 2014 lalu, pihak Kelurahan Fatubesi menarik biaya sewa dari para penyewa. Namun biaya sewa tersebut tidak diserahkan ke Pemkot Kupang atau tidak dimasukan dalam salah satu obyek pendapatan daerah.

Pada sidang APBD murni tahun 2022, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Kupang, Adrianus Talli, Tellendmark Daud, dan Jabir Marola serta anggota lainnya meminta pemerintah menaikan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2022 sebesar Rp 500 juta yang bersumber dari biaya sewa Rusunawa. Dan Rusunawa Oeba itu memiliki 99 kamar.

Salah satu penyewa, Selfiana Umarago mengatakan, dirinya bersama keluarga tinggal di Rusunawa Oeba sejak 2014. Ketika awal masuk, mereka diminta pengelola harus memberi jaminan, selanjutnya biaya sewa kamar dibayar per bulan/bulanan.

“Dulu kita bayar Rp 125 ribu, tetapi kemudian dinaikkan menjadi Rp 150 ribu dengan jaminan mendapatkan air bersih. Dua sampai tiga bulan pertama memang air bersih itu lancar, tetapi kemudian air bersih tidak ada lagi dan yang kami dapat malah air asin,” ungkapnya.

Selfiana mengaku, sejak awal masuk, dirinya membayar biaya sewa yang disetorkan ke Kelurahan Fatubesi. “Baru pada tahun 2018 kami membayar sewa di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman. Lalu pada 2019 diberhentikan sementara karena pandemi Covid-19,” jelasnya.

“Tetapi ada oknum ASN dari Dinas PRKP, Pak Yusuf Made datang menarik biaya sewa. Kami juga bertanya, kenapa saat Badai Seroja kita tidak dapat bantuan, tetapi kita malah dimarahi. Sudah begitu, kwitansi yang diberikan tidak ada cap dan tidak jelas,” tambahnya.

Selfiana menyebutkan, sejak awal 2022, semua penyewa Rusunawa Oeba membayar biaya sewa ke Dinas PRKP. Besarannya Rp 350 ribu per bulan/kamar. “Kami sudah bayar dua bulan, Januari dan Februari Rp 700 ribu,” sambungnya.

Selfiana berharap, ada perhatian pemerintah untuk merehab dan melengkapi fasilitas di Rusunawa, terutama air bersih agar warga penyewa tidak mengalami kesulitan.

Ketua Komisi III DPRD Kota Kupang, Adrianus Talli mengatakan, saat Rusunawa ini diserahkan ke Pemkot Kupang, pihak Kelurahan Fatubesi yang mengelola Rusunawa tersebut.

“Saat kami turun tadi, masyarakat yang menyewa di Rusunawa tersebut mengaku bahwa mereka mulai membayar biaya sewa sejak tahun 2014. Juga ada uang jaminan yang diberikan, dan diterima oleh pihak kelurahan. Ada juga oknum dari Dinas PRKP yang mengambil biaya sewa tersebut,” jelas politikus PDIP yang akrab disapa Adi Talli itu.

Sayangnya, menurut Adi, selama ini biaya sewa Rusunawa itu tidak pernah masuk dalam PAD. Bahkan uang sewa itu tidak diketahui masuk ke mana dan siapa yang menerima. “Ini terjadi sejak tahun 2014,” bebernya.

Adi mengaku, pada tahun 2021 lalu, pihaknya meminta Pemkot menaikkan target PAD Rp 500 juta. Ini dibarengi dengan alokasi anggaran senilai Rp 677 juta untuk penataan halaman Rusunawa tersebut.

“Pertanyaannya, uang biaya sewa tersebut kemana? Kalau memang tidak ada dasar hukum dan rujukan untuk menarik biaya sewa, maka dapat dikatakan penarikan biaya sewa tersebut masuk dalam kategori pungli. Orang yang menerima atau menagih biaya sewa harus mempertanggungjawabkan hal ini, kalau tidak masuk ke PAD,” ungkapnya.

Selain itu, kata Adrianus, masyarakat penyewa juga memiliki hak dan kewajiban. Ketika mereka sudah membayar kewajiban mereka, hak mereka adalah menikmati sarana dan fasilitas pendukung yang baik. Sementara fakta di lapangan justru terbalik, bangunan Rusunawa banyak yang rusak namun tidak ada perbaikan. “Ini artinya masyarakat dirugikan,” tegas Adi Talli.

Dengan temuan ini, kata Adi Talli, pihaknya akan memberikan hasil laporan perjalanan dinas ke pimpinan DPRD kemudian perlu adanya rekomendasi ke LKPj khususnya kepada Pansus DPRD.

“Lalu kemudian, jika nanti ada masalah hukum, tentunya itu bukan urusan kami karena kami bukan lembaga penegak hukum. Kalau memang disinyalir ada kesalahan dan persoalan hukum, silakan aparat penegak hukum merespon hal ini. Pemerintah sendiri harus melakukan audit dan investigasi dari Inspektorat, karena ini sesuatu yang salah,” tegas Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Kupang itu.

Bukti Kwitansi penarikan biaya sewa Rusunawa yang hasilnya tak masuk kas daerah sebagai PAD. (FOTO: FENTI ANIN/TIMEX)

Adi Talli meminta dasar hukum penagihan biaya sewa Rusunawa, lalu hasil pengukuran tersebut masuk ke mana. Jangan sampai tidak mempunyai dasar hukum, dan pungutan yaitu dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk memperkaya diri sendiri, sementara masyarakat tidak mendapatkan apa-apa.

Anggota Komisi III lainnya, Tellendmark J. Daud mengatakan, pihaknya menemukan adanya kejanggalan. Warga yang menempati Rusunawa ternyata membayar sewa tempat yang ditinggali sejak tahun 2014 sampai 2021, namun tidak diketahui jelas biaya itu masuk ke mana.

“Awalnya dana sewa itu ditagih kelurahan dan kemudian dipindahkan ke Dinas Perumahan Rakyat, tetapi dana sewa selama 2014 hingga 2021 tidak masuk dalam pendapatan daerah,” katanya.

Hal ini, lanjut Tellend, menjadi pertanyaan besar. Uang sewa yang ditagih tersebut dikemanakan sejak 2014 sampai 2021? Pasalnya, tahun 2022 baru dimasukkan dalam pendapatan di Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman sebesar Rp 500 juta.

“Hal ini akan menjadi cacatan komisi nantinya dan disampaikan pimpinan DPRD guna diserahkan ke Pansus LKPj untuk melihat hal ini dan melakukan penelusuran secara mendalam sesuai hasil temuan komisi di lapangan,” ujar politikus Partai Golkar yang juga pernah menjadi Ketua Komisi III bahkan sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Kupang.

Tellend mengaku sangat menyayangkan, pasalnya praktik pungutan tanpa kejelasan ini dinilai merugikan daerah. Dana sewa yang ditagih tersebut tidak masuk dalam pendapatan PAD selama 2014 sampai 2021. Sementara setiap bulan mereka membayar sewa per kamar sebesar Rp 200 ribu. Total kamar yang ada di Rusunawa tersebut sebanyak 96 kamar.

“Kasihan warga yang menempati tempat tersebut telah memenuhi kewajibannya, harusnya mereka harus mendapat fasilitas yang layak dan tempat tinggal yang layak. Tapi kenyataannya hak pelayanan akan kebutuhan meraka tidak terpenuhi. Bahkan mau mandi saja mereka harus menggunakan sumur bor yang airnya asin karena daerah pesisir,” jelasnya.

Anggota Komisi, Jabir Marola mengatakan, pengelola jangan hanya menuntut kewajiban masyarakat dengan biaya sewa, tetapi tidak memperhatikan hak para menyewa. “Harus ada keseimbangan, masyarakat membayar biaya sewa, tentu harus mendapatkan fasilitas dan sarana yang baik,” tegas Politikus Partai NasDem ini.

Sementara itu, Sekretaris Dinas PRKP Kota Kupang yang juga pengelola Rusunawa, Jhon Bell memilih untuk tidak berkomentar ihwal masalah biaya sewa yang diberikan kepada oknun ASN Dinas PRKP.

Jhon mengaku, dirinya kini ditunjuk sebagai penanggungjawab atau pengelola mulai tahun ini. “Jadi jangan lihat ke belakang. Kita lihat ke depan. Tahun ini kita akan bangun taman atau pelataran dengan besaran anggaran Rp 600 juta lebih,” jelas Jhon sambil mengatakan, untuk rusunawa sendiri, ditargetkan dapat memasok PAD sebesar Rp 500 juta.

Terpisah, Mantan Lurah Fatubesi yang kini menjadi Camat Kelapa Lima, Wayan Astawa, mengatakan, setelah penyerahan Rusunawa ke Kelurahan, ada rapat tim, akhirnya dikelola hingga tahun 2019 lalu.

“Saat itu kita hanya membuka dua lantai saja, karena saat penyerahan, kita tidak diinformasikan tentang manual Rusunawa, tentang instalasi air, listrik dan lainnya tidak diketahui, dan tidak berfungsi baik sehingga kita hanya membuka lantai I dan lantai II,” kata Wayan saat dikonfirmasi TIMEX, Minggu (6/3).

Wayan mengaku, dalam pengelolaan Rusunawa, pihaknya berkoordinasi terus dengan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman. Dengan kepala dinas waktu itu, dengan biaya sewa Rp 150 ribu.

“Saya sebagai penanggung jawab, berkonsultasi ke Jakarta. Di sana mereka bilang kelurahan tidak boleh mengelola Rusunawa, harus ada UPT. Maka saya pulang dan laporkan ke Kepala Dinas PRKP waktu itu Pak Hengki, untuk meminta petunjuk agar dialihkan ke UPT di Dinas PRKP, ” jelasnya.

Selanjutnya, kata Wayan, pihaknya meminta untuk diperiksa oleh Inspektorat Daerah Kota Kupang. Kalau tidak ada petunjuk apapun untuk menyetor biaya sewa Rusunawa tersebut.

“Maka setelah diperiksa Inspektorat itu sudah selesai, semua buku dan peralatan seperti laptop yang kita beli dari hasil kelola Rusunawa itu kita serahkan ke Inspektorat, semua hasil pemeriksaan itu juga diserahkan ke UPT di Dinas PRKP,” jelasnya.

Dia mengaku untuk berapa anggaran yang diserahkan tidak diketahui secara pasti, karena sudah lama. Tetapi semuanya sudah ada di Insepktorat yang sudah selesai periksa, dan sudah ada penyerahan ke UPT Dinas PRKP. (r2/)

Sementara itu, Yusuf Made saat dikonfirmasi Minggu (6/3) menjelaskan, dirinya memang melakukan penagihan sesuai aturan, tetapi para penyewa tidak membayar dengan berbagai alasan.

“Memang ada penagihan, tetapi tidak ada yang membayar. Itu dari dua tahun lalu, sampai saat ini mereka tidak membayar sampai saya sudah pensiun jadi tidak mengurus lagi,” ungkapnya. (r2)

  • Bagikan