Legislatif-Eksekutif Berdebat Soal Pengadaan Rompi Tenun Bagi Pelajar di Kota Kupang

  • Bagikan

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Perdebatan sengit tersaji saat Rapat Kerja (Raker) Komisi IV DPRD Kota Kupang dengan mitranya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dinas P dan K). Perdebatan itu terkait rencana pengadaan pakaian seragam sekolah dan rompi tenun untuk siswa-siswi di Kota Kupang tahun ini.

Untuk diketahui, alokasi anggaran untuk pengadaan pakaian seragam sekolah bagi para siswa SD-SMP di Kota Kupang senilai Rp 5,9 miliar. Dana untuk mengadakan seragam SD senilai Rp 3,6 miliar dengan sasaran penerima sebanyak 34.131 pelajar SD. Sementara untuk pengadaan pakaian seragam SMP dialokasikan senilai Rp 1,5 miliar. Dana ini dipakai mengadakan 13.577 pasang pakaian seragam.

Sebagaimana terpantau TIMEX, raker yang berlangsung di Ruang Komisi IV, Senin (7/3), dipimpin Ketua Komisi, Theodora Ewalde Taek. Hadir unsur pimpinan komisi dan anggota lainnya. Sementara dari eksekutif, hadir Kepala Dinas P dan K, Dumuliahi Djami dan para kepala bidang.

Anggota Komisi IV, Richard Odja dalam kesempatan itu meminta Dinas P dan K untuk jujur. “Jangan sampai kita semua dinilai tidak tahu aturan. Saat Persidangan Badan Anggaran kemarin, Dinas Pendidikan mengaku bahwa rompi tenun bisa, lalu sekarang bilang tidak bisa lalu dimentalkan dengan aturan yang multi tafsir. Jadi harus jujur, apakah semua anggaran yang ada, sudah ditenderkan semua untuk pengadaan seragam tanpa menyisakan anggaran rompi tenun,” tegasnya.

Richard dengan tegas mengatakan, jangan sampai aturan pasal pengadaan pakaian seragam itu pasal siluman yang datangnya tiba-tiba.

Ketua Komisi IV, Theodora Ewalde Taek mengatakan, ketika pertama kali pengadaan pakaian seragam sekolah tahun 2019, nomenklatur tidak sesuai, tetapi dinas berani melakukan pengadaan.

“Lalu sekarang nomenklaturnya sudah benar, dinas pendidikan menjelaskan tentang aturan pengadaan pakaian seragam sekolah. Jangan sampai alasan saja, dan berlindung pada aturan tetapi kita sendiri tidak mematuhi aturan tersebut,” ujarnya.

Ewalde menegaskan, pengadaan pakaian tenun atau rompi tenun harus tetap berjalan. Kalau memang tidak bisa, maka dananya harus dijadikan sebagai sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa).

“Jika itu memang aturannya, maka anggarannya dikembalikan untuk jadi Silpa saja, agar jangan sampai menjadi masalah di kemudian hari dan memberatkan pihak-pihak tertentu,” tegas Ewalde.

BACA JUGA: Bukan Prioritas, Bantuan Seragam Sekolah Tak Masuk Usulan APBD 2022

BACA JUGA: Kejelasan Rompi Tenun Belum Pasti, Dinas P dan K Tunggu Keputusan Ketua DPRD Kota

Saat pembahasan kemarin, kata Ewalde, Badan Anggaran dan Komisi IV meminta untuk pengadaan seragam dilakukan bersama dengan pengadaan rompi tenun. Tujuannya untuk menghidupkan UMKM di Kota Kupang.

“Tetapi ini menjadi polemik tatkala pemerintah mengaitkan ini dengan Permendikbud 45 tahun 2014, maka rompi tidak bisa menjadi bagian dari pengadaan pakaian seragam sekolah, tetapi komisi memberikan beberapa catatan. Apabila ini menjadi keputusan pemerintah maka anggaran untuk rompi tenun harus dipending,” tegasnya.

Menurut Ewalde, jika pengadaan buku tulis bisa diadakan, sebagai nomenklatur bagian dari pengadaan seragam dan perlengkapan, maka seharusnya rompi tenun juga menjadi bagian dari perlengkapan pakaian seragam sekolah.

“Jadi dua opsi ini kami tawarkan kepada pemerintah tetapi eksekusi di lapangan tetap dilakukan oleh pemerintah sehingga DPRD hanya memberikan masukan dan catatan,” tegasnya.

Kepala Dinas P dan K Kota Kupang, Dumuliahi Djami mengatakan, dalam APBD Dinas Pendidikan dituliskan pengadaan pakaian seragam, tidak ada yang bicarakan tentang perubahan nomenklatur perubahan pakaian seragam ditambah dengan rompi tenun.

“Jadi kita diinformasikan untuk mencari aturan sebagai rujukan pengadaan rompi tenun. Jadi kami gunakan aturan itu, sebagi rujukan,” kata Dumul.

Dumul menegaskan, hasil rapat bersama Komisi IV DPRD Kota Kupang, ada beberapa catatan. Apapun yang komisi sampaikan, pihaknya akan meneruskan ke pimpinan dalam hal ini Wali Kota Kupang. “Jadi belum jelas, apakah nantinya rompi tahun ini dibatalkan dan hanya dilanjutkan dengan pakaian seragam sekolah atau seperti apa nanti kita akan dikomunikasikan dengan wali kota,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Dinas P dan K Kota Kupang, Okto Naitboho, mengatakan, saat pembahasan di Banggar, aturan tentang pengadaan rompi seragam itu belum diketahui. Setelah selesai persidangan barulah diketahui.

“Jadi saya juga melakukan perhitungan, dimana harga rompi lebih mahal dari pakaian seragam sekolah. Jadi kita ambil kebijakan untuk membagikan rompi ke kelas 1 SD dan VII SMP, agar bisa sesuai dengan jumlah seragam dan anggaran untuk rompi,” ujarnya.

Okto menegaskan bahwa bukan Dinas P dan K yang tidak mengikuti keputusan Banggar, tetapi ada aturan yang lebih tinggi dan aturan tersebut juga multi tafsir sehingga pihaknya juga harus berhati-hati agar jangan sampai ada titik buta dalam program ini. “Jadi sampai saat ini belum ada pengadaan dan proses pengadaan pakaian seragam ini. Jadi apapun keputusannya, kita akan ikuti demi aturan yang lebih tinggi,” jelasnya. (r2)

  • Bagikan