Eksotis dan Atraktif Bila Ditata dengan Baik

  • Bagikan

TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – IKATAN Arsitek Indonesia (IAI) angkat bicara terkait ruas jalan negara yang menyempit di tengah Kota Kupang. Yakni Jalan Frans Seda sepanjang kurang lebih 700 meter. Area yang masih polemik kepemilikan lahan ini jika ditindaklanjuti dan dibangun dengan desain yang jelas akan memiliki nilai eksotik dan atraktif.

Hal itu disampaikan Ketua IAI NTT, Robert Rayawulan ketika dimintai tanggapannya terkait penataan ruas jalan tersebut, Selasa (9/3).

Dikatakan, ruas jalan menyempit di Jalan Frans Seda diakibatkan masalah lahan. Namun, kelanjutan dari sengketa lahan tersebut belum ada titik temu.

Menurut Robert, jika pemerintah ingin meningkatkan jalan tersebut, maka harus selesaikan persoalan pembebasan lahan itu terlebih dahulu. “Ini kan jalan nasional yang dibiayai melalui APBN, Harusnya tidak ada persoalan biaya pembebasan lahan untuk pelebaran dan peningkatan jalan. Karena itu saya tidak mengerti kenapa menjadi berlarut-larut,” ungkapnya.

Terkait estetika, kondisi geometri dan topografi kawasan tersebut, kata Robert, cukup eksotik dan atraktif bila ditata dengan baik.

“Saya sendiri pernah mengusulkan model simulasi desain dalam proyek RTLBL koridor tersebut hanya saja tidak ditindaklanjuti. Sekarang pun sudah ada desain baru dari Balai Cipta Karya, tapi sepertinya masih bermasalah,” sebutnya.

Dikatakan Robert, lokasi tersebut memang sebelumnya sempat disengketakan, namun sudah ada putusan tetap jadi sebenarnya Pemda lakukan pendekatan untuk ganti ruginya sehingga bisa dibangun oleh balai jalan.

“Lokasi tersebut memang kalau ditata secara baik akan memberikan pemandangan yang lebih indah. Ada juga rencana yang dibuat oleh balai jalan untuk melurus jalan tersebut tapi saya tidak setuju. Biarkan median yang menggelembung seperti itu supaya ada nuansa yang bebeda dan menarik,” tandasnya.

Terpisah, Don Ara Kian, Ketua Region V IAI Pusat menjelaskan, mengacu pada UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 34 Tahun 2006 tentang jalan, maka jalan dikelompokan menjadi tiga kelompok yakni kelompok peruntukan, kelompok fungsi dan kelompok berdasar status.

Dijelaskan, kelompok peruntukan teridiri dari jalan umum dan jalan khusus. Sedangkan kelompok fungsi terdiri dari jalan arteri, kolekter, lokal dan lingkungan.

Sementara berdasarkan status, maka jalan terdiri dari jalan nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Lebih detail pengaturan spesfikasi penyediaan sarana prasaran jalan diatur dalam PP No. 34 tahun 2006, termasuk di dalam pengaturan itu antara lain, Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja), Ruang Milik Jalan (Rumija) dan Ruang Manfaat Jalan (Rumaja).

Lanjut Don yang juga akademisi UNWIRA Kupang itu, ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, yaitu ruang sepanjang jalan di luar Rumija yang dibatasi lebar dan tinggi tertentu.
Ruwasja diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi, pengamanan konstruksi jalan dan fungsi jalan.

Ditentukan dari tepi badan jalan Ruwasja apabila Rumija tidak cukup luas dan dalam pengawasan penggunaan Ruwasja, penyelenggara jalan bersama instansi terkait berwenang mengeluarkan larangan terhadap kegiatan yang mengganggu pandangan bebas pengemudi dan konstruksi jalan.

Ruwasja untuk jalan Arteri primer dan sekunder 15 meter, sedangkan unuk jalan kolekter primer lebar Ruwasja 10 meter dan sekunder 5 meter. Sementara yang di maksud dengan Ruang Milik Jalan (Rumija) adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu dan sejalur tanah tertentu di luar Rumaja.

Rumija diperuntukkan bagi Rumaja, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang, dan ruangan pengamanan jalan. Lebar jalan untuk kelas jalan bebas hambatan 30 meter, jalan raya 25 meter, jalan sedang 15 meter dan jalan kecil 11 meter.

Sedangkan Ruang Manfaat Jalan adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Rumaja meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengaman.

Badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas dengan tinggi kurang lebih 5 meter dan kedalaman kurang lebih 1,5 meter dari permukaan jalan (arteri dan kolektor).

Mantan Ketua IAI NTT ini mengatakan, Rumaja hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya.

Trotoar atau pedetrian ways hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki dan setiap orang dilarang memanfaatkan Rumaja yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.

Dari ketentuan tersebut, lanjut Don Arkian, tentu jalan negara yang menyempit di Kota Kupang ini belum memenuhi ketentuan dan belum memenuhi aspek secara estetika kota.

“Menurut saya, dengan kondisi eksisiting yang ada saat ini maka dari aspek kapasitas tentu tidaklah mudah karena itu yang perlu dilakukan adalah optimalisasi penyelenggaran lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan,” katanya.

Jika masih memungkinkan harusnya bisa dilakukan untuk memenuhi kapasitas sesuai syarat UU. Namun, ini tentu tidak mudah karena itu optimalisasi pemanfaatan jalan yang ada melalui pengaturan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. Salah satunya melalui manajemen dan rekayasa lalu lintas.

“Di UU tersebut sudah diatur dengan sangat detail,” sebutnya. (r3/ito)

  • Bagikan