Pancasila Ada Sebelum Indonesia Merdeka

  • Bagikan
INTHO TIHU/TIMEX FORUM AKADEMIK. Suasana diskusi dalam rangka memperingati Harlah Pancasila di Graha Pena Timor Express, Jumat (3/6). Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti sebagai narasumber bersama Rektor Unwira Kupang, Pater Dr. Philipus Tule, SVD dan Pater Dr. Edu Dosi, SVD.

Dikatakan, batu uji kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab apakah keadilan sudah diperoleh masyarakat, kalau keadilan, tidak mungkin hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Sedangkan apakah Persatuan Indonesia masih ada, jaman dulu politik sudah biasa, perbedaan itu biasa namun saat ini diperkusi dan dilarang dan lain-lainnya sehingga tidk ada lagi persatuan.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, ruang ini sudah tidak ada lagi karena masuknya partai politik. Sebelumnya masih ada perwakilan dari representasi golongan-gologan yang tidak terlibat konstestasi pemilu karena semua sama-sama membuat GBHN dan memilih mandataris MPR. Namun, karena diamendemen sehingga hanya partai politik yang bisa mengusulkan presiden. Ditambah lagi dengan parlemen threshold membatasi calon.

"Sila keempat ini telah dibatasi dengan dalil efisiensi. Sehingga Kementerian BUMN bukannya melakukan peremajaan tetapi malah ditutup perusahan industri yang dibangun Bung Karno. Lalu swasta membangun perusahan dan penguasa turut menanam saham lalu menguasai maka oligarki mulai berkuasa," tegasnya.

Sila kelima, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, untuk menjawab keadilan ini maka sesuai dasar serta landasan bukti-bukti ini maka haruslah melakukan amendemen kembali undang-undang agar kembalikan aturan-aturan sebelumnya untuk kepentingan masyarakat.

"Indonesia merupakan negara kaya dan memiliki landasan yang kuat sebelum masuknya peradaban Belanda dan Portugis maka harus dikembalikan," tandasnya.

Angelo Wake Kako, Anggota DPD RI juga mengatakan, dirinya merasakan adanya gerakan dengan kekuatan yang menakutkan atas nama agama dan satu gerakan membius masyarakat untuk kepentingan pribadi melalui pasar atau kekuasaan.

"Gerakan-gerakan ini yang kemudian berbahaya atas tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk itu harus cepat dicegah," katanya.

Sementara Anwar Talib mewakili masyarakat dalam kesempatan tersebut menilai kondisi ini dipicu akibat ketidakadilan yang tidak merata. "Ini hanya membutuhkan rasa keadilan. Dengan terjadinya sekat dan kelomok-kelopok tertentu akibat dari ketidakadilan yang dipertunjukan dari pemerintah. Kalau ada keadilan maka tidak ada persoalan," bebernya. (r3/ito)

  • Bagikan