Kain Tenun Manggarai Gunakan Teknik Songket

  • Bagikan
IST SOSIALIAASI. Rosalia Idam (kiri) didampingi Kepala Bidang Edukasi dan Publikasi Museum NTT, Wensenslaus Gampur, saat hadir sebagai narasumber utama dalam sosialisasi kain tenun Manggarai di UPTD Museum NTT, Kamis (24/11).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Unit Pelaksana Terpadu Daerah Museum NTT, melakukan sosialisasi kain tenun Manggarai, Kamis (24/11).

Sosialisasi kain tenun ini dilakukan dengan tujuan memberikan informasi terkait keberadaan dan nilai-nilai budaya yang terkandung dibalik kain tenun Manggarai.

Hadir sebagai narasumber, Rosalia Idam sebagai Tim Pengkaji, dalam materinya mengatakan, teknik pembuatan kain tenun Manggarai tidak dilakukan dengan teknik ikat melainkan teknik songket.

Teknik songket berkaitan dengan teknik pembuatan yang mengambil sejumput benang pakan lalu menyelipkan benang warna pada bidang horizontal dalam rangka membentuk ragam hias tenunan.

Kain yang dihasilkan dari teknik ini disebut Lipa Songke. Selain itu di Manggarai juga dikenal dengan kain tenun Lipa Todo. Ragam hias pada kain tenun Lipa Todo, umumnya berbentuk garis-garis geometris vertikal dan horizontal yang diselingi dengan ragam hias tunggal.

Rosalia menjelaskan, Lipa Todo memiliki kesamaan dengan kain tradisional yang berasal dari Sulawesi yang memiliki corak sama yakni garis vertikal dan horizontal yang membentuk kotak-kotak.

Sedangkan untuk songke sendiri ada beberapa jenis songke yang tersebar di Manggarai Raya seperti songke lamba leda, songke ruis, songke cibal dan songke rembong.

Untuk ragam hias kain tenun Manggarai juga tidak seperti ragam hias kain tenunan yang lain yang menggubakan ragam hias binatang. Namun ragam hias pada kain tenun Manggarai lebih menggunakan ragam hias alam.

Kain tenun Manggarai memiliki sejumlah motif seperti motif ranggong atau motif laba-laba, motif matang karo, motif matang bengkar, motif mata manuk, motif su'i atau garis pembatas.

Berbagai motif ini memiliki makna dan arti tersendiri bagi orang Manggarai seperti salah satunya motif mata manuk atau mata ayam.

"Motif ini memiliki arti bahwa ketika ayam berkokok orang Manggarai yang bekerja sebagai petani harus segera bangun dan menyiapkan segala fasilitas di ladang. Lalu ketika ayam naik pohon itu artinya petani harus pulang dan beristirahat untuk mengumpulkan tenaga dan bekerja kembali," jelas Rosalia dalam pemaparan materinya.

Lebih lanjut, dijelaskan Rosalia bahwa teknik dan bahan pewarnaan benang dari kapas yang digunakan orang Manggarai untuk membuat kain tenun juga berbeda dengan masyarakat NTT pada umumnya.

Jika hampir semua daerah di NTT menggunakan mengkudu sebagai bahan utana, maka di wilayah Manggarai menggunakan daun tarum yang direndam bersama demgam kapur sirih, kunyit dan kulit kayu yang dikenal dengan nama haju cepang.

Lebih daripada itu kain tenun Manggarai memiliki sejumlah fungsi mulai dari fungsi kain tenun yang menunjukan status sosial bangsawan dan rakyat jelata.

Bukan hanya itu namun kain tenun Manggarai juga berfungsi sebagai mas kawin, simbol penghargaan terhadap orang mati, kain tenun sebagai pakaian dalam upacara adat dan simbol perlindungan bagi seorang anak.

Sedangkan Kepala UPTD Museum NTT, Mexi Assamani dalam arahannya mengatakan, sosialisasi ini digelar untuk memberikan informasi yang lebih luas kepada masyarakat tentang nikai budaya dibalik kain tenun Manggarai.

"Museum selalu berupaya untuk melakukan kajian terhadap seluruh benda koleksi yang ada di museum, untuk memberikan nilai serta pemahaman historis terkait keberadaan dan arti dibalik benda koleksi tersebut," ujar Mexi.

Dengan sosialisasi ini Museum berharap dapat memberikan edukasi dan menyebarkan tentang arti dibalik kain tenun Manggarai dengan berbagai coraknya.

Menurutnya Museum sebagai tempat penyimpanan benda-benda koleksi bersejarah yang mempunyai nilai historis yang terkandung di dalamnya.

Nilai-nilai historis dan peradaban yang terkandung dalam setiap koleksi, dikaji dan disebarluaskan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dan generasi muda saat ini untuk mengetahui terkait peradaban kebudayaan yang ada di NTT.

Ia berharap dengan hasil kajian yang disosialisasikan ini dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan terkait dengan nilai sejarah di balik kain tenun Manggarai yang merupakan salah satu benda koleksi di Museum. (r2)

  • Bagikan