Golkar Paling Mungkin Jadi Pelabuhan Jokowi

  • Bagikan
Mikhael Bataona

Efek Jokowi Bisa Untungkan Golkar

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Pengamat politik dari Unwira Kupang, Mikhael Rajamuda Bataona mengatakan, dari fakta situasi pilpres dan hasilnya sudah kelihatan bagaimana Jokowi sukses melakukan cawe-cawe untuk memenangkan Prabowo dan anaknya Gibran. Sehingga, jelas bahwa masa depan Jokowi sudah pasti diarahkan untuk kepentingan keluarga dan dinastinya.

Menurut dosen Komunikasi Politik itu, Gibran masih sangat muda dan tidak bisa melakukan konsolidasi politik, mapping kekuatan dan manuver politik yang powerfull jika tanpa ayahnya. Karena itu, bisa dipastikan adalah Jokowi akan terus menjaga dan mengawal masa depan putranya sampai nanti Gibran menjadi presiden.

"Dan itu akan nampak di pilpres pertama nanti yaitu di 2029. Nah, dalam rangka memastikan kepentingan Gibran, yaitu agar Gibran tetap mendapat power sharing yang pas dari Prabowo selama lima tahun ke depan, juga supaya Gibran bisa bersiap untuk loncatan yang lebih tinggi, bahkan juga untuk masa depan politik Kaesang dan Boby Nasution," terang Mikhael, Rabu (28/2).

Dikatakan, sudah bisa dibaca bahwa Jokowi akan menggunakan beberapa kekuatan partai sebagai alat tekan untuk memproteksi dinastinya.

Sehingga, menurutnya, Golkar adalah partai yang paling mungkin menjadi pelabuhan Jokowi. Di mana, bisa saja Jokowi menjadi semacam ketua dewan pembina. Karena posisi tawar Jokowi cukup kuat. Itulah mengapa, di internal Gerindra sudah mulai membaca ini setelah hasil hitungan real count menunjukan bahwa banyak suara Gerindra yang tidak naik di banyak dapil, tapi justru Golkar.

"Bacaan saya, selama ini memang tangan istana sangat kuat bermain di Golkar. Mulai dari Luhut hingga Bahlil adalah orang dekat Jokowi yang ada di Golkar. Selain itu, Airlangga sendiri cukup dekat dengan Jokowi. Dukungan Jokowi turut membantu kenaikan suara Golkar. Inilah yang membuat suara Golkar bisa tembus di angka lebih dari 100 kursi DPR RI," katanya.

Dengan kekuatan tangan istana yang dimiliki Jokowi, katanya, sangat mudah untuk Jokowi masuk ke Golkar. Ada hubungan simbiosis mutualisme di sana. Golkar tentu paham bahwa secara empirik, Jokowi masih menjadi magnet politik di kalangan puluhan juta pemilih yang mendapat bantuan sosial, mulai dari beras sampai PKH dan sebagainya.

Selain itu, juga kalangan pemilih yang sudah melihat sosok ini sebagai seorang presiden yang berhasil. Karena itu, efek Jokowi bisa menguntungkan Golkar.

Namun, disisi lain, Golkar sendiri yang juga ada banyak faksi menjadi tantangan tersendiri bagaimana Jokowi bisa diterima pada semua faksi tersebut.

Kedua, cangkang politik pertama yang disiapkan Jokowi pascalengser itu selain Golkar, juga PSI. Bukan PDIP. Kisah Jokowi dan PDIP sudah diberitakan banyak media sebagai hubungan antara maling kundang dengan ibunya.

Tetapi bukan soal itu, Mikhael menuturkan, lebih kepada bagaimana Jokowi sudah terang-terangan melawan PDIP sehingga sulit bagi mereka untuk bersatu kembali.

"Artinya kisah Jokowi dan PDIP itu telah berakhir. Nah, yang disiapkan Jokowi sebagai sekoci atau cangkang politik baginya selain Golkar adalah PSI," katanya.

Sehingga, selama lima tahun nanti, Jokowi bisa saja mengkonsolidasi kekuatannya untuk bisa menyiapkan Kaesang dan Gibran serta mantunya, Bobby sebagai pengurus rumah tangga PSI sambil dia mengaturnya dari balik layar.

Karena, citra diri Jokowi sebagai pemilik PSI sudah dikampanyekan secara terbuka. Bahwa PSI adalah partai keluarga Jokowi. Jadi, Golkar itu akan menjadi alternatif menjaga kekuasaan dalam jangka pendek, tetapi PSI itu akan coba dibangun untuk kepentingan politik jangka panjang dari dinasti politik Jokowi.

Secara rasional mungkin bisa digambarkan seperti itu karena Jokowi saat ini sudah menjadi seorang politisi handal dengan perasaan sebagai pemenang pertarungan pilpres kemarin. Rasa bangga dan percaya diri ini membuatnya punya kuasa yang sangat kuat untuk bisa mengatur segala sesuatu sampai 20 Oktober nanti.

"Sambil juga tentu saja, ia menjaga agar Prabowo tetap bisa dikendalikan karena Prabowo saat ini sudah lebih dekat dengan SBY yang adalah seorang mantan presiden," ujarnya.

Jika nanti, lanjutnya, terjadi perang dingin antara Gibran dan Prabowo, maka Jokowi membutuhkan kekuatan politik untuk bisa menjinakkan Prabowo dan itu hanya lewat partai politik yang mempunyai kekuatan besar di parlemen. Dan itu saat ini hanya ada pada Golkar. Bukan PSI.

Sehingga alternatif pertama, Jokowi akan lebih melirik Golkar sebagai senjatanya.

Sementara itu, pengamat politik dari Unmuh Kupang, Ahmad Atang menilai, Jokowi akan memilih posisinya sebagai rakyat biasa, namun punya peran dalam pemerintahan, apakah sebagai dewan pertimbangan atau levelnya berada di atas presiden. Terlalu kecil Jokowi menjadi pimpinan partai politik.

Sebab, jelasnya, Jokowi selama ini tidak dibesarkan melalui struktur partai tapi kapasitas individu, sehingga meramalkan masa depan Jokowi di politik tidak harus berada di partai politik. Karier politik Jokowi berada di titik puncak, sehingga pilihan berlabuh pada institusi partai bukan target setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden.

"Dengan tidak berada pada salah satu partai politik, maka Jokowi akan diterima oleh semua kalangan karena sikap independensinya. Dinamika politik ke depan merupakan dunianya kaum milenial, maka Jokowi lebih mengokohkan anak muda dibandingkan dirinya sendiri," terang Ahmad.

Lanjut Ahmad, Jokowi meniti karier politik dimulai dari bawah, tentu banyak hal yang dilaluinya, baik suka maupun duka. Maka, dipuncak kariernya sebagai presiden tentu Jokowi telah berbuat dan berbakti kepada bangsa dan negara.

Sebagai manusia, Jokowi bukanlah tanpa cacat dan celah, namun semua dijalaninya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Jokowi telah menunjukan watak kepemimpinan yang memanusiakan manusia walaupun tidak semua orang merasa puas. Karena itu, Jokowi akan meletakan jabatannya tanpa ambisi apapun. (cr1/ays)

  • Bagikan