Partai Besar Miliki Politikus Berpengalaman

  • Bagikan
Jimmy Nami

PDIP Kurang Satu Kursi

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID – Pleno penghitungan perolehan suara partai politik dan calon anggota DPRD Provinsi NTT telah rampung. Dari hasil yang ada, partai besar seperti PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, Demokrat dan Nasdem masih mendominasi.

Misalnya, dari delapan dapil DPRD Provinsi NTT, setiap dapil pasti diisi oleh perwakilan masing-masing partai tersebut. Perolehan suaranya pun tinggi dan bervariasi.

Bahkan, PDIP masih tetap memperoleh dua kursi di dapil 3, meskipun harus kekurangan satu kursi di dapil 5. Sementara itu, Golkar juga kehilangan satu kursi di dapil 1, di mana periode sebelumnya mendapat dua kursi. Meski begitu, dua kursi masih dimiliki Golkar di dapil 5.

Disisi lain, Gerindra tetap stabil dengan perolehan satu kursi di setiap dapil, berbeda dengan periode sebelumnya yang hanya mendapatkan enam kursi.

Sementara itu, partai-partai menengah seperti Hanura, PSI dan Perindo, beberapa perwakilannya berhasil masuk. Misalnya, Hanura berhasil menduduki lima kursi, PSI enam kursi dan Perindo hanya satu kursi.

Ketua DPD PDIP NTT, Emelia Nomleni mengatakan, dengan kondisi pileg yang tidak mudah, hasilnya pun cukup mengagetkan. Pasalnya ada target-target tertentu yang ingin dicapai berdasarkan kondisi pemilu tahun 2019.

"Dengan kondisi ini, PDIP masih bisa keluar sebagai kekuatan yang bisa menjaga dan mempertahankan posisi. Kita kehilangan satu kursi (jadi 9), kalau sekarang ada 10 kursi, itu di dapil lima," ujarnya, Senin (11/3).

Ia menyebut, yang berhasil masuk kembali dalam setiap dapil adalah petahana.

Sementara, pengamat politik dari Undana, Yohanes Jimmy Nami mengatakan, partai besar memang mendominasi lantaran memiliki sumber daya yang baik. Misalkan saja, partai besar memiliki politikus yang berpengalaman, yang tentunya lebih memahami pasar politik, preferensi konstituen dan metode kampanye yang ter-update juga manajemen konflik yang baik.

“Potret ini yang kemudian menjadi daya tarik, baik oleh konstituennya maupun oleh calon politisi yang cenderung memilih parpol yang sudah firm di pasar politik daripada partai kecil. Pada akhirnya parpol besar menjadi lebih survive ketika masuk dalam perhelatan pemilu dari sisi infrastruktur partai maupun manuver politiknya ditengah masyarakat,” jelas Jimmy, Senin (11/3).

Disamping itu, kontestan caleg dari partai-partai besar pun ikut menentukan keterpilihannya. Hal itu terlihat dari bagaimana nama-nama caleg mendongkrak elektabilitas partai. Hal itu yang membuat partai besar menjadi tetap mendominasi.

Misalnya, di DPRD Provinsi NTT dapil 1 Kota Kupang, ada wajah-wajah lama yang cukup terkenal kembali hadir menghiasi kontestasi pileg. Misalnya, Jonas Salean, Petrus Christian Mboeik dan Christian Widodo.

"Bahwa ada pengaruh faktor emosional tapi tidak dominan. Jika wajah-wajah lama seperti Jonas masih punya posisi kuat di akar rumput, cukup logis menurut saya karena beliau punya branding ketokohan yang cukup kuat," ungkapnya.

Begitu pun wajah lama lainnya yang juga hampir sama. Menurutnya, mereka punya basis elektoral yang jelas walaupun karakteristiknya bermacam.

Sementara, pengamat politik dari Unwira Kupang, Urbanus Ola Hurek mengatakan, secara teoritik konseptual dapat dijelaskan bahwa para patahana lebih mungkin terpilih karena memiliki popularitas yang tinggi atau dengan kata lain lebih dikenal orang/pemilih dibandingkan dengan calon-calon lain.

"Selain itu, petahana dinilai berhasil mengemban tugas sebagai wakil rakyat," katanya.

"Caleg pendatang baru tidak dikenal karena mereka terbatas menjangkau pemilih baik melalui sosialisasi atau kampanye langsung maupun tak langsung," tambahnya.

Kedua, petahana lebih siap dalam hal finansial menghadapi pemilu. Petahana yang akan bertarung kembali dalam kontestasi pileg, maka sudah dapat dipastikan telah melakukan persiapan untuk bertarung, termasuk menyiapkan biaya-biaya politik yang digunakan untuk memenangkan pileg dalam dapilnya.

Wajah Lama Masih Mendominasi

Perolehan suara calon anggota DPD Provinsi NTT, tertinggi yakni Maria Stevi Harman dengan memperoleh 405.579 suara, Angelius Wake Kako 362.645 suara, Abraham Liyanto 279.392 suara dan Hilda Manafe 267.195 suara.

Perolehan suara tersebut membuat Stevi Harman berada jauh dipuncak, bahkan berjarak 40 ribu lebih suara dengan urutan dua Angelius. Padahal, Stevi merupakan pendatang baru dan terbilang lawan yang berusia muda.

Sementara itu, petahana Asyera Wundalero harus tersingkir dengan hanya memperoleh 169.794 suara. Perolehan itu bahkan jauh di bawah El Asamau yang hampir saja lolos dengan 265.900 suara.

Pengamat politik dari Unmuh Kupang, Ahmad Atang mengatakan, dari keempat orang tersebut, terdapat tiga orang merupakan petahana dan satu orang adalah wajah baru, yakni Maria Stevi Harman.

"Pemilihan DPD menggunakan sistem distrik, karena masing-masing provinsi diberikan quota empat orang, maka proses penentunya didasarkan pada perangkingan, berdasarkan perolehan suara pertama hingga keempat dinyatakan lolos dan empat orang berikutnya menjadi calon cadangan," terang Ahmad.

Dilihat dari perolehan suara keempat anggota DPD tersebut, maka Maria Stevi Harman memperoleh suara terbanyak. Besarnya dukungan suara kepada Maria Stevi Harman dapat dipahami karena basis politik pemilih Manggarai Raya kurang lebih 600 ribu, maka adalah wajar yang bersangkutan mendapatkan dukungan relatif besar.

Sedangkan petahana yang lolos seperti Angelius Wake Kako, Abraham  Liyanto dan Hilda Manafe juga datang dari pemilih besar dan juga mereka memiliki modal sosial selama menjabat menjadi faktor utama mendulang suara.

"Jika dilihat dari dinamikanya, saling kejar antarcalon antara Abraham Liyanto, Hilda Manafe dan El Asamau. Sedangkan posisi Maria Stevi dan Angelius Wake relatif aman di posisi satu maupun dua, namun tiga dan empat masih diperebutkan oleh tiga orang. Maka hasil yang tertera, Al Asamau harus puas dengan posisi kelima," jelasnya.

"Dengan terpilihnya anggota DPD, kita berharap mereka dapat memperjuangkan kepentingan NTT di level nasional. Anggota DPD NTT yang terpilih jangan menjadi penonton di tengah hiruk pikuk politik nasional, mereka harus bersuara. Mereka harus lebih giat membangun diskursus politik di tingkat nasional. Orang-orang muda seperti Maria dan Angelius harus lebih agresif lima tahun ke depan dalam membangunkan politik nasional untuk kepentingan politik lokal," kata Ahmad.

Sementara itu, pengamat politik dari Unwira Kupang, Urbanus Ola Hurek mengatakan, DPD masih didominasi wajah lama karena para petahana sudah dikenal masyarakat. Calon petahana memiliki popularitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendatang baru.

Selain popularitas para calon petahana dalam memperkenalkan diri/kampanye menunjukan sejumlah bukti sukses terutama memperjuangkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, para petahana dipandang berhasil mengemban tugas ketika menjalankan peran sebagai wakil daerah.

"Para petahana pun lebih siap dalam hal pembiayaan/finansial terutama untuk membiayai mabilitas dirinya mendatangi pada wilayah yang dipetahkan sebagai basis-basis pemilihnya," kata Urbanus.

Dengan pertimbangan-pertimbangan seperti ini, maka pendatang baru agak sulit menggeser posisi patahana. Tentang peraihan suara fenomenal calon DPD pendatang baru Maria Stevi Harman, sepertinya dia sangat siap mengikuti kontestasi merebut kursi DPD dari wilayah NTT.

"Dugaan kuat saya bahwa para calon DPD tidak murni bekerja sendiri tetapi berafiliasi secara informal (tidak ikat dengan perjanjian terentu) dengan parpol. Stevie Harman adalah putri dari bapak Beny K Harman, pengurus teras DPP Partai Demokrat, anggota DPR RI tiga periode bahkan sudah beberapa kali mencalonkan diri sebagai gubernur NTT," ucapnya.

Dengan posisi seperti ini, bukan tidak mungkin para aktivis parpol turut membantu mengkampanyekan/mensosialisasikan calon yang memiliki kedekatan dengan parpol tertentu. Bila ditilik dari regulasi, hal seperti ini tidak melanggar peraturan perundangan.

Pengamat politik dari Undana, Yohanes Jimmy Nami mengatakan, Maria Stevi memiliki branding politik yang menarik. Sehingga, wajar saja apabila perolehan suaranya melejit jauh dari pasangan lainnya.

"Ayahnya BKH seorang politikus senior di NTT, juga merupakan petinggi Partai Demokrat, jadi bisa saja ada benefit elektoral juga dari mesin partai bagi Stevie di NTT. Selain itu juga posisinya sebagai seorang dokter membuka jaringan dalam aktivitas sosialnya," ujar Jimmy.

Menurutnya, suara Manggarai Raya sebagai basis kultural melihat kehadiran Stevi sebagai anak muda yang berpotensi untuk diperjuangkan. Sedangkan tiga petahana lainnya memang sudah punya basis tradisional yang memang agak susah untuk digeser kecuali mempunyai sumberdaya yang maksimal seperti yang dimiliki Stevi. (cr1/ays)

  • Bagikan