8 Fraksi di DPR Kompak Menolak, Ini Alasan PDIP Mendukung Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

  • Bagikan
ILUSTRASI PEMILU. Upaya parpol mengajukan uji materi (yudicial review) untuk mengubah sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup dalam Pemilu mencerminkan sikap inkonsisten partai. (Dimas Pradipta/JawaPos.com)

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Undang-undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017, khususnya pasal 168 ayat (2) tengah dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Para pengusung judicial review beralasan, dengan sistem proporsional tertutup mendorong adanya kaderisasi di partai politik (Parpol) dan mencegah terjadinya liberalisasi politik.

Sayangnya, hal ini mendapat penolakan sejumlah fraksi di Senayan. Sebanyak delapan fraksi di DPR RI kompak menyatakan sikap, ingin agar sistem proporsional terbuka tetap diterapkan pada Pemilu 2024. Bahkan delapan fraksi ini mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap konsisten terkait sistem Pemilu proporsional tertutup.

Delapan fraksi di DPR RI yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Hanya fraksi PDIP yang tidak ada dalam pernyataan sikap bersama tersebut.

Delapan fraksi itu tetap ingin mengacu pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7/2017 sebagai wujud menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

“Kami meminta Mahkamah Konstitusi untuk tetap konsisten dengan Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008, dengan mempertahankan pasal 168 ayat (2) UU No.7 tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia,” demikian bunyi pernyataan sikap delapan fraksi sebagaimana dikutip Selasa (3/1).

“Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai amanat Undang-Undang, tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun, kecuali kepentingan rakyat, bangsa, dan negara,” sambungnya.

Adapun perwakilan dari delapan fraksi di DPR RI menandatangani pernyataan sikap pada 2 Januari 2023 itu antara lain:

  1. Kahar Muzakkir (Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI)
  2. Ahmad Doli Kurnia Tandjung (Ketua Komisi II DPR RI)
  3. Ahmad Muzani (Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI)
  4. Desmond J. Mahesa (Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI)
  5. Robert Rouw (Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI)
  6. Saan Mustopa (Sekretaris Fraksi Nasdem DPR RI/Wakil Ketua Komisi II DPR RI)
  7. Cucun Ahmad Syamsurijal (Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI)
  8. Yanuar Prihatin (Wakil Ketua Komisi II DPR RI)
  9. Edhie Baskoro Yudhoyono (Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI)
  10. Marwan Cik Hasan (Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR RI)
  11. Jazuli Juwaini (Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR RI)
  12. Saleh Partaonan Daulay (Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI)
  13. Achmad Baidowi (Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI)
  14. Syamsurizal (Wakil Ketua Komisi II DPR RI).

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menyatakan, pihaknya mendukung ditetapkannya sistem pemilu proporsional tertutup.

Menurut Hasto, sistem proporsional terbuka justru menyebabkan liberalisasi politik. “Saya melakukan penelitian secara khusus dalam program doktoral saya di Universitas Indonesia, dimana liberalisasi politik telah mendorong partai-partai menjadi partai elektoral, dan kemudian menciptakan dampak kapitalisasi politik, munculnya oligarki politik, kemudian persaingan bebas dengan segala cara,” ucap Hasto dalam jumpa pers Refleksi Akhir Tahun 2022 yang digelar secara daring, Jumat (30/12).

Karena itu, sebagaimana keputungan Kongres V PDIP, sistem Pemilu bisa dilakukan dengan proporsional tertutup. Terlebih mengingat, Pemilu 2024 merupakan ajang parpol untuk saling berkontestasi.

Hasto juga menjelaskan, dengan proporsional tertutup justru akan mendorong kaderisasi di parpol dan mencegah terjadinya liberalisasi politik. “Pada saat bersamaan karena ini adalah pemilu serentak antara Pileg dengan Pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan bisa ditekan, sebab pelaksanaan Pemilu menjadi lebih sederhana,” pungkas Hasto. (jpc/jpg)

  • Bagikan