Makna Nomor Urut 7 bagi Willy Elu, Last but Not Least

  • Bagikan
POSE BERSAMA. Caleg DPR RI Dapil NTT 2 Dr. Wilfridus B. Elu pose bersama usai menemui warga Desa Sallu, Kecamatan Miomafo Barat. (FOTO: ISTIMEWA).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI secara resmi telah mengumumkan daftar calon sementara (DCS) calon anggota DPR-RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk Pemilu 14 Februari 2024 mendatang. 

DCS adalah daftar calon sementara yang memuat nomor urut Partai Politik Peserta Pemilu, nama Partai Politik Peserta Pemilu, tanda gambar Partai Politik Peserta Pemilu, nomor urut calon, foto diri terbaru calon, nama lengkap calon, jenis kelamin, dan kabupaten/kota tempat tinggal calon. 

KPU mengumumkan DCS sejak tanggal 19-23 Agustus 2023 gunan memberikan kepada masyarakat untuk menyampaikan masukan dan tanggapannya terhadap DCS tersebut hingga tanggal 28 Agustus 2023. 

Salah seorang bakal calon legislatif (Bacaleg) yang diumumkan KPU RI adalah Dr. Wilfridus B. Elu. Ia adalah Caleg dari PDI Perjuangan untuk DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) NTT 2 yang meliputi Pulau Timor, Rote, Sabu dan Pulau Sumba. 

Dalam DCS tersebut, Wilfridus Elu menempati nomor urut 7 (Tujuh). “Iya saya berada di nomor urut tujuh,” kata dosen tetap pada IKPIA Perbanas Jakarta/Asian Banking, Finance, and Informatics Institute (ABFII) Perbanas Jakarta ini.

Bagi setiap caleg, nomor urut memiliki makna yang berbeda-beda, tergantung penafsiran. Namun berbeda dengan Willy Elu, nomor tujuh baginya merupakan anugerah. 

“Bagi saya sendiri, nomor tujuh memiliki makna tersendiri. Sebagai nomor penutup, artinya saya hadir untuk menggenapi dan membuat yang sudah ada menjadi lengkap dan utuh. Nomor terakhir juga berarti bahwa yang baik dari sebuah karya selalu diharapkan sebagaimana awal dan prosesnya. Last but not least,” ujarnya secara diplomatis.

Tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta ini berpendapat bahwa nomor urut bukanlah jaminan seorang caleg untuk terpilih menjadi wakil rakyat. Baginya, yang paling penting adalah bagaimana seorang Caleg turun ke basis dan mendekatkan diri dengan rakyat serta merasakan apa yang dialami oleh rakyat kecil.

Sudah hampir sebulan ini, pria kelahiran Tali, TTU ini berada di dapilnya di Daratan Timor. Ia menemui warga di daerah-daerah perbatasan yang selama ini kurang mendapat perhatian. 

Dalam setiap kunjungannya, dosen tetap pada Perbanas Jakarta ini menerima banyak keluhan dari masyarakat terutama masalah ekonomi, lapangan kerja, pertanian, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

"Banyak persoalan yang terjadi di masyarakat yang saya temui, terutama masalah pertanian karena masyarakat kita lebih banyak bergerak di sektor pertanian. Selain itu masalah kesempatan kerja yang dikeluhkan oleh pemuda kita," kata alumni Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta ini.

Selain itu, dalam dialog dengan warga, masyarakat lebih menginginkan caleg yang merakyat dan aktif mengunjungi dan turun bersama rakyat.

"Caleg harus turun langsung di masyarakat. Ini juga sering disampaikan Ibu Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri agar semua kader PDI Perjuangan turun langsung untuk merasakan apa yang dialami oleh rakyat," ujarnya mengutip pesan Ketum PDI Perjuangan.

DIALOG. Calon anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Wilfrdus B. Elu ketika berdialog dengan warga Oepoli, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang di daerah perbatasan dengan Timor Leste. (FOTO: ISTIMEWA).

Selain merakyat, kata Willy Elu, masyarakat menginginkan caleg yang jujur dan bersih serta memiliki kadar intelektual yang mumpuni sebagai wakil mereka di Senayan.

"Masyarakat ingin wakilnya juga harus cerdas dan itu dilihat dari sisi akademisnya," kata kader PDI Perjuangan yang telah mengikuti sekolah partai di Lenteng Agung Jakarta ini. Latar belakang Caleg sangat penting bagi mereka," tambah mantan dosen Fakultas Ekonomi Unwira Kupang ini.

Menurutnya, kebersamaan dengan rakyat dan semangat gotong royong merupakan modal sosial yang sangat penting untuk solusi atas permasalahan masyarakat di berbagai bidang. Sehingga komunitas gotong royong yang telah dibentuk dan akan terus dikembangkan agar berfungsi sebagai wadah bersama untuk menghimpun aspirasi dan permasalahan. 

“Juga sebagai forum untuk sharing dan dialog guna melakukan perumusan alternatif-alternatif solusi yang patut diperjuangkan oleh wakil rakyat. Hal ini merupakan salah satu cara untuk mengisi semangat "Duc in altum”, ujarnya.

Dikatakan, meskipun nantinya Pileg akan berakhir, tapi komunitas gotong royong akan berfungsi secara permanen untuk penghimpunan aspirasi dan masalah-masalah masyarakat dan perumusan alternatif solusi serta penyalurannya oleh wakil rakyat ke berbagai pihak terkait di tingkatan pemerintahan yang berwenang. 

“Dengan begitu, program dan solusi diharapkan menjadi lebih efektif (tepat sasaran) dan efisien. Kerjasama, sinergi, dan kolaborasi yang baik di antara legislatif dan eksekutif maupun yudikatif akan ditekankan sehingga  misi bersama untuk solusi masalah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat benar-benar terwujud dengan baik,” ujarnya.

Selama kurang lebih sebulan mengelilingi Pulau Timor, Willy Elu menjumpai banyak lahan subur terutama persawahan. Sayangnya, kata dia, lahan sawah tersebut hanya digarap sekali dalam setahun. Hal itu disebabkan kurangnya pasokan air dari irigasi. 

Willy memiliki solusi agar lahan subur dikelola lebih dari sekali setahun, yakni dengan memperbanyak pembangunan cekdam dan pembuatan tanggul di sungai.

“Dengan adanya cekdam bisa bermanfaat bukan saja untuk persawahan melainkan untuk menanam sayur-mayur dan perikanan. Pakan ternak dari tanaman dan rumput juga bisa berkembang dengan baik. Program bisa dari pemerintah daerah atau dari pusat. Ini akan menjadi perhatiannya jika kelak dipercaya masyarakat menjadi wakil rakyat,” terangnya. 

Dalam setiap kesempatan bersama rakyat, Willy Elu juga membangun pemahaman tentang pentingnya memiliki komitmen bersama untuk anti korupsi sehingga dana-dana yang tersedia sungguh-sungguh bermanfaat bagi mereka yang paling membutuhkannya. Transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik, didukung dengan digitalisasi perlu dikembangkan di semua lini sehingga memudahkan masyarakat melakukan pengawasan. (*/opi)

  • Bagikan